tag:blogger.com,1999:blog-81897547227149691072024-03-19T18:56:53.348+07:00:: Desa Tamblang - Buleleng - Bali ::Unknownnoreply@blogger.comBlogger97125tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-24244376044522674212011-10-09T10:46:00.002+07:002011-10-09T10:53:43.335+07:00Pan Balang TamakAda tuturan satua Pan Balang Tamak. Ia sugih, dueg makruna, dayane liu pesan, tusing nyak kalah teken krama desane. Naging ke solahne ento ulihan bebenehan.<br /><br />Kacrita jani desane paum, bakal nayain Pan Balang Tamak apanga kena denda. Ditu ia kaarahin, mani semengan tuun siape , desane lakar luas ke alase, ngalih kayu bakal anggon menahin bale agung. Nyen ja kasep bakal kena denda.<br /><span class="fullpost"><br />Gelisin satua, buin manine, pan balang tamak klanca-klinci jumahne ngentiang siapne tuun. Sawetara suba tengai tepet maro siape tuun uli bengbengane. Ditu mara ia gegresoan majalan nututin desane ngalih kayu ka alase. Saget desane suba malipetan pada ngaba kayu.<br /><br />Di subane neked jumah, paum kone lantas desane bakal nandain pan balang tamak, krana tuara nuutin arah-arah desane. Ditu kelihane memunyi brangas “ ih, pan balang tamak, jani cai kena denda”. Masut pan balang tamak alus munyine, “ napi mawinan tiang kena denda? Dening arah-arah desane teken tiang, mani semengan tuun siape desane luas ka alase ngalih kayu. Tiang ngelah siap tuah aukud, sedek mekeem. Sawetara kali tepet mara ia tuun. Ditu tiang ngenggalang nuutang sekadi arah-arah desane. “ dadi kalah desane nglawan pan balang tamak, buung ia kena denda.<br /><br />Kacrita buin manine ia kaarahin ngabo senggauk anggon bekel menahang bale agung. Pan balang tamak ngaba sanggah uug apang benahang baan desane. Dadi bengong desane teken takeh pan balang tamak, ane setata nguluk-nguluk desane.<br /><br />Yan pin kuda-kuda suba krama desane bakat uluk-uluk baan pan balang tamak, lantas ada keneh desane lakar misekaang pan balang tamak. Ane jani katunasang cetik ane paling meranena teken anake agung, apang balang tamak mati acepokan. Dayane buka keto dingeha baan pan balang tamak, lantas ia memunyi teken kurenane, “ yen deweke mati, bok deweke gambahang tur gantungin tamblulingan, liman deweke pagisinin cabak. Bangken sadahang di piasane, tur ento pangelingin. Yan suba peteng bangken deweke wadahin peti, pejang jumah meten.”<br /><br />Kacrita jani pan balang tamak suba mati keno cetik. Kurenane nuutin pabesen pan balang tamake. Krama desane natasang ka umah pan balang tamake. Tepukino pan balang tamak nyededeg ngambahang bok, sambilango memantra griem-griem di piasane. Ditu krama desane nguningang cetike tusing mandi teken anake agung. Dadi bendu anake agung sambilango nyicipin cetike ento. Jeg perjani ida seda.<br /><br />Sesubane peteng ada dusta ajaka papat bakal ngamaling pegelahan pan balang tamake. Di jumah meten tepukino ada peti, laut kapondong abana ka pura desane. Petine ento ungkabango baan dustane, dapetango bangken pan balang tamake nyengkang.<br /><br />Semenan maro galang kangin, jero mangku mekedas-kedas di pura dapetengo ada peti gede di natah pura desane. Petine ento laut ka sumbah baan jero mangku kadena paico betara. Krama desane masih pada teka, laut nyumbah. Di subane pepek krame desane teka, laut petine kaungkabang, ditu tengkejut mekejang, dapetango bangken pan balang tamake nyegagag. Krama desane uyut mamisuhin. Ada ane memunyi, “ japi pisuhin, kadung bakat sumbah, melutang apa ya!”.<br /><br />Pemuput masih desane tuyuh menain muah nanem bangken pan balang tamake. Yadiapin suba mati pan balang tamak masih nyidaang melog-melog anak.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-79686750335218829992010-11-16T19:08:00.011+07:002011-09-20T17:46:11.164+07:00Pengertian Lambang / Simbul Desa Tamblang1. Lima (5) sudut luar Kembang Teratai melambangkan Dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah Pancasila.<br /><br />2. Segitiga di atas berisikan huruf OM, melambangkan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mengupayakan terwujudnya keseimbangan Tri Hita Karana( Parahyangan, Pawongan, Palemahan ).<br /><br />3. Candi Paduraksa salah satu bagian dari bangunan Pura. Pura adalah tempat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Melambangkan tempat atau sarana Pemujaan Umat Hindu yang mana warga Tamblang mayoritas beragama Hindu.<br /><br /><span class="fullpost"><br />4. Candi Paduraksa bertingkat tiga, melambangkan wilayah Desa Tamblang terdiri dari 3 (tiga) Desa Adat ( Tamblang, Tangkid, Kelampuak ).<br /><br />5. Dua buah patung Singa yang berada di sebelah kiri dan kanan Paduraksa, melambangkan wilayah Desa Tamblang berada di wilayah Pemerintah Daerah Tingkat II Buleleng.<br /><br />6. Padi dan Kapas yang melengkung ( padi di sebelah kanan dan kapas di sebelah kiri Paduraksa ), melambangkan cita – cita warga Tamblang untuk mencapai kesejahteraan warganya.<br /><br />7. Tangga berjumlah 5 (Lima) menuju Paduraksa, melambangkan Desa Tamblang terdiri dari 5 (Lima) Banjar Dinas ( Banjar Dinas Kelampuak, Banjar Dinas Tangkid, Banjar Dinas Kaja Kauh, Banjar Dinas Kaja Kangin dan Banjar Dinas Kelod Kauh ).<br /><br />8. Teras yang melengkung sebagai dasar lambang bertuliskan Desa Tamblang, <br />melambangkan Tekad yang Kokoh dari warganya untuk mendukung Pembangunan Desa guna meraih Cita – citanya.<br /><br />KERANGKA ALUR PIKIR<br />RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJMDes)<br />DESA TAMBLANG KECAMATAN KUBUTAMBAHAN <br />KABUPATEN BULELENG<br /><br />BAB III<br />VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN RENCANA PEMBANGUNAN<br /> <br />3.1. VISI<br />Berdasarkan proses penggalian permasalahan dan dilanjutkan dengan perumusan permasalahan sampai pada proses usulan yang disampaikan untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan tersebut serta tantangan dan keterbatasan yang dihadapi, ditetapkan Visi Desa Tamblang adalah :<br />“Membangun Desa Tamblang yang Mandiri Berbasis Demokratisasi, Partisipasi, Keselarasan, Pemberdayaan Masyarakat dan Keterbukaan Menuju Masyarakat Sejahtera”<br /><br />3.2. MISI<br />Untuk mencapai Visi tersebut, maka dijabarkanlah Misi Pembangunan Desa Tamblang sebagai berikut:<br />1. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;<br />2. Menciptakan kondisi kehidupan Demokrasi yang sehat;<br />3. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih;<br />4. Menyelenggarakan Administrasi Desa yang bai;.<br />5. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra pemerintah desa.<br /><br />3.3. TUJUAN<br />Setiap Misi memiliki tujuan strategis yang saling berkaitan satu dengan lainnya, dengan penjabaran sebagai berikut :<br /><br />1. Meningkatnya kesejahteraaan ekonomi masyarakat melalui peningkatan produktifitas pertanian dalam arti luas dan penguatan kapasitas SDM;<br /><br />2. Meningkatkan roda perekonomian dan berbagai aktivitas masyarakat melalui penyediaan akses transportasi, informasi dan teknologi yang memadai;<br /><br />3. Mempersiapkan generasi penerus Desa Tamblang yang berkualitas melalui peningkatan mutu;<br /><br />4. Mewujudkan kondisi Desa Tamblang BALI yaitu Bersih, Aman, Lestari, Indah.;<br /><br />5. Mewujudkan interaksi sosial yang harmonis melalui penguatan organisasi masyarakat adat yang baik, pengembangan Badan Usaha Milik Desa dan partisipasi warga desa;<br /><br />6. Mewujudkan kinerja pelayanan yang prima dalam tata kelola pemerintahan Desa Tamblang.<br /><br />3.4. SASARAN<br />Setiap tujuan strategis memiliki sasaran yang teukur dan jelas, dicapai dalam rentang waktu 2007– 2013 sebagai berikut :<br /><br />1. Meningkatnya pendapatan petani melalui usaha perbaikan hasil dan kualitas produk pertanian dalam arti luas sehingga tejadinya pengurangan jumlah KK miskin 20 % dari angka miskin tahun 2008;<br /><br />2. Tersedianya akses transportasi dan distribusi hasil produk melalui jalan aspal dan jembatan yang aman;<br /><br />3. Tersedianya sarana listrik untuk memperlancar berbagai aktivitas masyarakat terutama meningkatkan motivasi belajar anak, memudahkan akses informasi dan mengurangi beban pengeluaran masyarakat;<br /><br />4. Terwujudnya sanitasi dan kebersihan lingkungan yang baik sehingga tidak menimbulkan banjir dan gangguan kesehatan;<br /><br />5. Seluruh generasi muda Desa Tamblang mendapatkan akses pelatihan ketrampilan sehingga mampu bersaing dalam dunia kerja dan mampu membuka usaha sendiri dengan didukung sikap mental yang baik;<br /><br />6. Terwujudnya kondisi lingkungan desa yang sehat dibarengi dengan perilaku hidup bersih dan pengelolaan sampah yang baik;<br /><br />7. Memberikan informasi yang jelas tentang program-program pemerintah;<br /><br />8. Mewujudkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ketertiban administrasi Kependudukan ; <br /><br />9. Adanya realisasi Program sertifikasi tanah untuk seluruh tanah yang ada di Tamblang;<br /><br />10. Desa Tamblang memiliki Kantor Desa dan balai pertemuan untuk Banjar Dinas Kaja Kangin yang memadai dengan status yang pasti; <br /><br />11. Terwujudnya tapal batas desa yang jelas sehingga tidak menimbulkan konflik antar desa ;<br /><br />12. Mewujudkan rasa aman dan tentram masyarakat; <br /><br />13. Terwujudnya badan usaha milik desa yang sehat;<br /><br />14. Peningkatan peran serta Perempuan dalam membantu tingkat kesejahteraan keluarga; <br /><br />15. Meningkatkan kesehatan Balita dan anak-anak; <br /><br />16. Mewujudkan keringanan biaya sekolah untuk meningkatkan minat belajar anak usia sekolah; <br /><br />17. Peningkatan pemahaman beragama dan peningkatan sarana upakara agama; <br /><br />18. Menjaga Adat Istiadat serta akar Budaya Bali.<br /><br />19. Peningkatan mutu pendidikan dan sarana prasarana pendukung lainnya.<br /><br />3.5. RENCANA PEMBANGUNAN <br />Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007– 2013 sebagaimana yang terlampir menjadi pedoman bagi Penyusunan Rencana Kerja Desa (RKDes) Tamblang setiap tahunnya. <br /><br />BAB IV<br />MONITORING DAN EVALUASI<br /><br />Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk melaksanakan fungsi kontrol, asistensi sekaligus apresiasi terhadap seluruh upaya dan kegiatan yang dilaksanakan agar sesuai dengan konsep pembangunan desa yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang. Kegiatan monitoring evaluasi ini dilaksanakan oleh tim monitoring evalusi yang ditetapkan oleh musyawarah desa, terdiri dari unsur aparatur pemerintahan Desa (2 orang), BPD (2 orang), LPM (2 orang), Desa Pekraman (2 orang), dan Warga Desa yang mengajukan diri sebagai anggota tim monitoring dan evaluasi jalam jumlah terbatas (maksimal 5 orang)<br /><br />Hasil dari monitoring dan evaluasi terhadap selanjutnya disosialisasikan kepada warga Desa Tamblang guna dalam forum musyawarah desa, pertanggungjawaban tahunan kinerja pemerintahan desa oleh Perbekel, laporan pertanggungjawaban panitia pelaksana proyek dan atau program desa, baik secara lisan maupun tertulis, paling lambat 7 hari setelah periode pelaksanaan monitoring evalusi dinyatakan berakhir. Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik, sekaligus sebagai bahan analisis serta rekomendasi bagi arah perbaikan dan atau peningkatan kinerja pembangunan dikemudian hari.<br /><br />1.5. Mekanisme Monitoring Evaluasi<br />Mekanisme pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang yang diadakan secara berkala harus memenuhi syarat : <br /><br />1. Undangan pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh Perbekel minimal telah diterima oleh BPD dan lembaga – lembaga lainnya yang ada di Desa Tamblang termasuk Desa Pakraman minimal seminggu sebelum hari dan tanggal pelaksanaan;<br /><br />2. Monitoring dan evaluasi yang melibatkan warga desa sebagaimana yang disebutkan di atas adalah warga desa yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk mengikuti pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang secara bersama – sama;<br /><br />3. Jumlah warga Desa Tamblang yang akan mengikuti pelaksanaan forum monitoring dan evaluasi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang, maksimal 5 orang, dengan kriteria minimum bisa membaca dan menulis. Jika jumlah peminat lebih dari 5 orang, maka dilakukan pemilihan secara demokratis oleh anggota tim dari unsur aparatur pemerintahan Desa, BPD, LPM, Desa Pekraman;<br /><br />4. Pengumuman untuk mendaftar sebagai tim monitoring dan evaluasi bagi warga desa minimal telah terpasang pada tempat – tempat umum dan ditembuskan kepada seluruh Kelian Banjar Dinas di Desa Kalisem seminggu sebelum hari dan tanggal pelaksanaan;<br /><br />5. Pendaftaran mengikuti forum Monitoring dan evaluasi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang ditutup dua hari sebelum pelaksanaan monitoring dan evaluasi.<br /><br />1.6. INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI<br />Alat atau instrumen monitoring dan evaluasi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang yang dipakai sebagai penilaian kinerja (performace indicator) disusun secara partisipatif dan ditetapkan serta tercantum dalam lampiran peraturan Desa Tamblang.<br /><br />BAB V<br />PENUTUP<br /><br />Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007– 2013 berlaku sejak tanggal ditetapkan, sampai dengan bulan Desember 2013 dan akan ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang untuk jangka waktu berikutnya.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-47439172621159301462010-06-05T20:07:00.006+07:002011-09-20T17:58:30.932+07:00Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Bab 2BAB II<br /><br />KONDISI UMUM DESA TAMBLANG<br /><br />2.1. SEJARAH ASAL-USUL DESA<br />Berdasarkan Prasasti Sembiran Nomor 351 bertahun 938 içaka diceritakan suatu kerajaan kecil yang berlokasi di Desa Julah, dimana kerajaan itu diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sri Adnyadewi.<br /><br />Wilayah kekuasaan kerajaan ini meliputi daerah sekitarnya sampai jauh kepedalaman yaitu desa yang bernama BAYAN BESTI (BAYAD). Bayan Besti (Bayad) pada saat itu sudah merupakan desa (daerah pemukiman) penduduk yang tata pemerintahannya sudah sangat teratur berkat pimpinan seorang warga PASEK yang diutus oleh DALEM KETUT NGLESIR untuk pergi ke Bali Utara dalam rangka menyatukan penduduk Bali Asli (Bali Age). Pasek yang diutus tersebut kemudian menetap diDesa Bayan Besti (BayaD) dan langsung mengemban masyarakat disana, karena itulah Ketut Pasek itu terkenal dengan nama KI PASEK BAYAD.<br /><span class="fullpost"><br />Kemudian diceritakan bahwa Ki Pasek Bayad ini disamping sebagai pemegang tampuk pemerintahan di Desa Bayan Ngesti (Bayad), beliau jugaterkenal sebagai Balian Sakti dan keloktah, serta sangat Dermawan. Pada suatu ketika timbullah suatu huru-hara di pusat Kerajaan Julah, karena kerajaan tersebut diserang oleh Bajak Laut sehingga kerajaan hancur dan penduduknya cerai berai, kekacauan ini merambat sampai ke Bayad, bahkan para Bajak laut tersebut memusatkan kekuataanya di Desa Bayad dan membuat markas. <br /><br />Melihat situasi yang kurang menguntungkan Ki Pasek Bayad sebagai pucuk pimpinan di Desa Bayad merasa kuatir akan keselamtan rakyatnya (pengikutnya) sehingga beliau memerintahkan kepada para pengikutnya untuk meninggalkan desa Bayad, pelarian mereka dari desa Bayad menuju arah Barat menelusuri hutan belantara.<br /><br />Pada suatu hari mereka sampai disuatu tempat yang dilalui oleh sebuah sungai yang sangat besar danairnya deras serta mereka berusaha menyeberangi sungai tersebut, sampai diseberang sungai rombongan ini beristirahat karena sudah merasa aman, karena menempuh perjalanan yang sangat jauh banyak anggota rombongan yang jatuh sakit, maka diutuslah salah satu dari anggota rombongan untuk kembali ke desa Bayad untuk meminta bantuan obat-obatan kepada KI PASEK BAYAD.<br /><br />Setelah obat-obatan tersebut diberikan oleh KI PASEK BAYAD utusan tersebut kembali ke tempat rombongan yang ditinggalkan. Pada saat utusan tersebut menyeberangi sungai maka terjadilah musibah sehingga obat-obatan tersebut terlepas dari tangannya dan hilamg, utusan tersebut berteriak “TAMBA HILANG, TAMBA HILANG, TAMBA HILANG, ……………” (obatnya hilang, obatnya hilang, obatnya hilang, …………). Karena merasa malu dan di dorong oleh rasa tanggung jawab atas keselamatan rombongannya maka utusan tersebut tidak mau lagi kembali ke desa Bayad untuk meminta obat, tetapi beliau bertekad untuk mendapatkan itu dengan caranya sendiri.<br /><br />Di suatu tempat yang sepi utusan itu bersemadi (bertapa) untuk mohon bantuan Ida Hyang Widhi Wasa serta mengucapkan kaul (sesangi) bahwa apabila beliau mendapatkan kembali obat tersebut beliau berjanji akan menetap pada suatu tempat dimana obat itu ditemukan. Tempat utusan itu bersemadi (bertapa / beryoga) disebut SANTA YOGI (TEMPAT BERSEMADI YANG SUCI) , dari kata tersebut lama kelamaan pengucapannya berubah menjadi SENTUGI yang dikenal sampai saat ini.<br /><br />Dengan rahmat Ida Hyang Widhi Wasa obat terserbut kembali diperoleh dan dapat menyembuhkan anggota rombongan yang sedang sakit. Setelah keadaan di Julah maupun di Bayan Besti aman kembali, maka rombongan pelarian itu kembali lagi ke Desa Bayad. Sesampai di desa Bayad disampaikanlah segala peristiwa yang dialami oleh rombongan serta diceritakan pula peristiwa tentang obat-obatan tersebut.<br /><br />Ki Pasek Bayad sangat senang mendegarkan cerita tersebut dan sangat setuju akan rencana (sesangi) dari utusan itu untuk kembali dan membuat pemukiman baru di tempat peristiwa hilangnya obat-obatan tertsebut. Maka diperintahkanlah utusan itu untuk kembali ke tempat peristiwa hilangnya obat tersebut bersama-sama rombongannya untuk membuat pemukiman baru. Karena utusan tersebut adalah utusan Pasek, yang tugasnya adalah memgang / mengendalikan pemerintahan maka diangkatlah utusan tersebut sebagai kepala rombongan dan langsung nantinya sebagai kepala pemerintahan. Untuk membantu tata upacara adat maka diutuslah seorang pasek keturunan Bendesa yang diberi tugas untuk menjabat sebagai Bendesa (Penyarikan).<br /><br />Diperingatkan pula oleh Ki Pasek Bayad untuk memperingati / mengenang tempat peristiwa hilangnya tamba atau obat itu maka tempat pemukiman tersebut harus diberinama TAMBA HILANG, dari kata Tamba Hilang inilah maka lama kelamaan berubah ucapannya menjadi TAMBLANG. Dinasehati pula agar penduduk Desa Tamba Hilang (Tamblang) untuk seterusnya tidak lupa pada asalnya, berhubung di desa Bayad sudah dibangun pura Puseh, bila nanti di desa Tamblang membangun PURA KAHYANGAN TIGA tidak diperkenankan sekali membuat Pura Puseh baru, jadi jika mau mebakti kepada Batara Wisnu (yang berstana di Pura Puseh) Krama desa Tamblang harus datang sendiri ke Pura Puseh yang ada di desa Bayad.<br /><br />Dinggatkan pula karena Desa Tamblang sebenarnya pindahan dari Bayad selanjutnya disebut KEPEHAN BAYAD sedangkan Bayad sendiri adalah bernaung di bawah pemerintahan kerajaan Julah, maka Krama Desa Tamblang nantinya berhak secara penuh untuk menggunakan tempat-tempat suci seperti puncak Tunggal (pura Bukit) dan Ponjok Batu sebagai tempat untuk pemujaan kepada Ida Hyang Widhi Wasa.<br />Begitulah perintah-perintah Ki Pasek Bayad dan kesemuanya itu setelah berdirinya <br /><br />Desa Tamblang betul-betul ditaati oleh kedua keturunan Pasek yang diberikan tugas untuk memegang kekuasaan atau pemerintahan dan memegang pelaba desa (Bendesa / Penyarikan). Setelah berjalan beberapa lama keadaan di pemukiman baru (Desa Tamblang) sudah semakin tentram dan sejahtera, maka dipandang perlu oleh kedua pemimpin untuk menyusun rencana-rencana pembangunan.<br /><br />Karena perkembangan jaman desa ini kemudian menjadi desa Administrasi yang disebut dengan Desa Tamblang, yang terdiri dari tiga desa pakraman yaitu Desa Pakraman Tamblang, Desa Pakraman Tangkid dan Desa Pakraman Kelampuak serta dibagi menjadi Lima Banjar Dinas yaitu Banjar Dinas Kelampuak, Banjar Dinas Tangkid, Banjar Dinas Kaja Kangin, Banjar Dinas Kaja Kauh dan Banjar Dinas Kelod Kauh.<br /><br />Berkat informasi dari orang tua yang masih ada di Desa Tamblang maka dapat disusun yang pernah menjabat Perbekel Tamblang seperti susunan dibawah ini :<br /><br />1. Zaman Belanda s/d tahun 1930 : PAN KUNYAD<br />2. Tahun 1930 – 1949 : PAN RAJAN<br />3. Tahun 1950 – 1957 : NYOMAN WIRA <br />4. Tahun 1958 – 1963 : WAYAN SAJA<br />5. Tahun 1964 – 1969 : MADE GIANYAR<br />6. Tahun 1970 – 1976 : NYOMAN BUDIARTA<br />7. Tahun 1977 – 1979 : MADE WIDIARSA<br />8. Tahun 1980 – 1988 : KETUT WIDIADNYA<br />9. Tahun 1989 – 1991 : MADE SELAMAT<br />10. Tahun 1992 – 1998 : I WAYAN MASNA<br />11. Tahun 1998 – 1999 : PUTU DARMA SANJAYA, SH (Pjs)<br />12. Tahun 2000 – 2007 : I KETUT SUWIRYA<br />13. Tahun 2007 – sekarang : Ir. I NENGAH SUDARSANA<br /><br />2.2. KONDISI GEOGRAFIS<br /><br />a. Letak Wilayah<br />Secara umum kebijakan sektoral pembangunan di Kabupaten Buleleng diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat di segala lapisan secara merata, serta meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya, sehingga kedepan pelaksanaan pembangunan di Desa Tamblang dapat benar-benar mencerminkan keterpaduan dan keserasian antar program-program sektoral, dengan demikian sumber-sumber potensi daerah dapat di optimalkan pemanfaatannya dan dapat dikembangkan secara merata. <br /><br />Pelaksanaan pembangunan tentunya tidak terlepas dari upaya meningkatan kesejahteraan masyarakat, hal ini berkaitan dengan kondisi ekonomi dan kemakmuran masyarakatnya, dilihat dari tingkat ekonomi masyarakat, maka pertumbuhan dan perkembangan kecamatan akan sangat perpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan desa yang ada di sekitarnya. <br /><br />Desa Tamblang yang secara structural dan geografis merupakan salah satu dari 13 (tiga belas) desa yang berada di Kecamatan Kubutambahan, memiliki potensi yang cukup strategis dengan luas wilayah 748 Ha yang terbagi menjadi 5 Banjar Dinas, yakni: Banjar Dinas Kelampuak, Banjar Dinas Tangkid, Banjar Dinas Kaja Kauh, Banjar Dinas Kaja Kangin dan Banjar Dinas Kelod Kauh dan 3 (Tiga) Desa Pakraman yaitu Desa Pakraman Kelampuak, Desa Pakraman Tangkid, Desa Pakraman Tamblang, yang terletak pada posisi 08º Lintang selatan dan 115º Bujur Timur. Dengan Batas-batas wilayah sebagai berikut :<br /><br />- Sebelah Utara : Desa Bulian dan Desa Depeha<br />- Sebelah Timur : Desa Tajun dan Desa Mengening<br />- Sebelah Selatan : Desa Bontihing<br />- Sebelah Barat : Desa Bila<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-52808120079093167212010-04-23T09:28:00.006+07:002011-09-20T18:01:31.581+07:00Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang BAB IBAB I<br /><br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1. LATAR BELAKANG<br />Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 tentang Desa setiap tingkatan pemerintahan wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Ini berarti desa yang merupakan pemerintahan terbawah juga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang akan dipakai sebagai dasar Penyusunan Rencana Kerja pewmbangunan Desa (RKPDes) setiap tahunnya.<br /><br />Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007 – 2013 merupakan Rencana Pembangunan Desa Tamblang dalam kurun waktu 6 tahun. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007 – 2013 memuat Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran yang selanjutnya dilaksanakan melalui strategi pokok yang dijabarkan dalam agenda pembangunan Desa Tamblang yang harus dicapai melalui rencana kerja Desa Tamblang tahunan.<br /><span class="fullpost"><br />Untuk itu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Desa Tamblang Tahun 2007– 2013 merupakan perencanaan strategik desa, maka dibuatkanlah Peraturan Desa Tamblang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Desa Tamblang Tahun 2007–2013.<br /><br />1.2. MAKSUD DAN TUJUAN<br />Sebagaimana diuraikan pada Latar Belakang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007-20013 merupakan Rencana Pembangunan Desa Tamblang dalam kurun waktu 6 tahun yang akan dijabarkan kedalam Rencana Kerja pembanguan Desa (RKPDes) Tamblang setiap tahunnya. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007 – 2013 dituangkan kedalam Peraturan Desa Tamblang. <br /><br />Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007 – 2013 ditetapkan dengan maksud untuk memberikan arah kebijakan pokok pembangunan sebagaimana Visi, Misi, Tujuan, Sasaran serta Rencana Kerja Jangka menengah yang telah disusun melalui rangkaian proses diskusi yang melibatkan seluruh komponen masyarakat secara partisipatif, mulai dari penggalian masalah, diteruskan dengan perumusan masalah, hingga diskusi tentang usulan setiap permasalahan yang telah dirumuskan. <br /><br />Rangkaian proses diskusi tersebut selanjutnya disebut sebagai penggalian dan akomodasi aspirasi warga berbasis kebutuhan riil, yang kemudian dijadikan dasar bagi perumusan rencana strategis pembangunan Desa, hingga ditetapkan melalui Peraturan Desa Tamblang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007 – 2013.<br /><br />1.3. LANDASAN NORMATIF PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) TAMBLANG<br /><br />Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007-2013 yang berwawasan Budaya Bali disusun atas dasar Landasan Idiil Pancasila, Landasan Konstitusional Undang – undang Dasar (UUD) Tahun 1945 serta landasan oprasional Peraturan Perundang – undangan serta Peraturan Daerah :<br /><br />1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9);<br /><br />2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);<br /><br />3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); <br /><br />4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);<br /><br />5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);<br /><br />6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);<br /><br />7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4857);<br /><br />8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);<br /><br />9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Tata Cara Pembangunan Desa;<br /><br />10. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pekraman;<br /><br />11. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa;<br /><br />12. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa;<br /><br />13. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa;<br /><br />14. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;<br /><br />15. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Kerjasama Antar Desa;<br /><br />16. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Peraturan Desa.<br /> <br />1.4. PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes)<br /><br />Proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007-2013 dilaksanakan melalui proses diskusi desa yang partisipatif melalui alur Botton – up yaitu penggalian gagasan mulai dari tingkatan paling bawah yaitu warga masyarakat dengan pelibatan berbagai unsur:<br /><br />1. Perbekel dan Perangkat Desa yaitu diikuti oleh seluruh Kepala Urusan (Kaur) yang ada di Desa Tamblang dan seluruh Kelian Banjar Dinas yang ada di Desa Tamblang;<br /><br />2. Lembaga – lembaga yang ada di Desa Tamblang yaitu : BPD, LPM, PKK;<br /><br />3. Kelompok – kelompok masyarakat yaitu: Posyandu, Kelompok Tani, Kelompok Wanita Tani, Subak (Kelompok Pengelola Air);<br /><br />4. Utusan dari Desa Pakraman yaitu : Pajuru Desa Pakraman, Pecalang serta Sekaa Teruna (ST);<br /><br />5. Warga Desa Tamblang yang diundang.<br />Tahapan – tahapan proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007-2013 melalui 4 (tiga) tahap yaitu :<br /><br />1.4.1. Tahapan Perumusan; <br />Tahapan Perumusan diadakan diskusi sebanyak 6 (enam) kali putaran :<br /><br />1.4.1.1. Dimana 3 kali diskusi untuk penggalian permasalahan di Desa Tamblang hingga melahirkan perumusan permasalahan sampai pada penentuan skala prioritas permasalahan yang dilakukan secara obyektif dengan variabel permasalahan yang telah disepakati peserta diskusi.<br /><br />1.4.1.2. Dan 3 kali diskusi untuk merumuskan usulan sebagai jalan keluar setiap permasalahan yang ada.<br /><br />1.4.2. Tahapan Penyusunan Visi, Misi, Tujuan Sasaran serta Rencana Kerja;<br /><br />1.4.3. Tahapan Penyusunan Indikator Kinerja (Performent Indicator) untuk Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan program;<br />Indikator Kinerja (Performent Indicator) merupakan alat ukur atau instrumen untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang.<br /><br />1.4.4. Tahapan Penetapan Peraturan Desa Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007-2013.<br />Tahapan ini merupakan tahapan akhir yaitu penetapan Peraturan Desa Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tamblang Tahun 2007-2013 yang ditandatangani oleh kepala desa dengan Persetujuan Ketua BPD Tamblang.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-8270073659661615142010-02-06T12:41:00.007+07:002011-09-20T18:07:00.303+07:00Sejarah Subak Desa TamblangSejarah Subak Tamblang secara tertulis terbukti tidak ada, atau secara kenyataan sukar dibuktikan, menurut informasi yang kami kumpulkan, kami mendapat keterangan mengenai sejarah Subak Tamblang, adalah sebagai berikut :<br /><br />Konon pada jaman dahulu, masyarakat Desa Tamblang dan masyarakat Desa Bila secara bersama-sama untuk mencari air yang berada di Banjar Tegal, Desa Tajun, kecamatan Kubutambahan. Berkat usaha keras dari masyarakat Desa Tamblang dan masyarakat Desa Bila, akhirnya air tersebut dapat dialirkan menuju Desa Tamblang. <br /><span class="fullpost"><br />Setelah air tersebut naik di Desa Tamblang, maka diadakan perjanjian pembagian air antara Desa Tamblang dan Desa Bila, yaitu : 2/5 bagian untuk masyarakat Tamblang dan 3/5 bagian untuk masyaraka Bila, yang sampai saat ini pembagian tersebut tetap di warisi dan dilaksanakan oleh masyarakat Tamblang dan masyarakat Bila.<br /><br />Dengan adanya air pengairan maka dibukalah areal tanah persawahan dan lama-kelamaan terhimpun menjadi Subak yang dikenal sekarang ini menjadi Subak Tamblang sedangkan nama Subak tersebut disesuaikan dengan nama Desa yaitu Desa Tamblang. Mengenai pemanfaatan air oleh kerama Subak diatur menjadi dua per Subakan yaitu :<br />- Lanyahan Tamblang, dan<br />- Babakan Tamblang.<br /><br />Dapat juga kami sampaikan mengenai urutan-urutan Penyarikan/Kelian Subak yang pernah menjabat pada Subak Tamblang, yaitu :<br />- Kelian Subak 1 : I Kunyad, Th - s/d Th -<br />- Kelian Subak 2 : Pan Winda, Th - s/d Th -<br />- Kelian Subak 3 : Md Gianyar, Th 1955 s/d Th 1960<br />- Kelian Subak 4 : Pan Sukirdi, Th 1960 s/d Th 1965<br />- Kelian Subak 5 : Kt Widiadnya, Th 1966 s/d Th 1981<br />- Kelian Subak 6 : Nym Padma, Th 1981 s/d sekarang.<br /><br />Demikianlah sejarah singkat tentang Subak Tamblang, sekali lagi bahwa sejarah ini merupakan cerita dari orang-orang tua.<br /><br />Tamblang 8 Juli 1983<br />Penyarikan Subak Tamblang <br /></span>Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-34683674263456651532010-01-21T19:11:00.004+07:002011-09-20T18:09:48.783+07:00Pelayanan Kesehatan GratisPada hari Selasa, 5 Januari 2010 mencoba menelusuri pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Buleleng, ternyata kemajuan pelayanan kesehatan di satu-satunya Rumah sakit berplat merah yang ada di Singaraja sudah cukup memadai dari pelayanan tenaga medis terhadap pasien, sanitasi lingkungan serta peralatan kesehatan. Hanya yang kurang justru penunggu pasien yang tidak sabar didalam menunggu pelayanan dan didalam menjaga kebersihan di sekitar rumah sakit.<br /><br />Pada hari ini yang paling mengejutkan adalah sudah digunakannya pelayanan Jaminan Kesehatan untuk masyarakat dimana pelayanan di Kelas 3 tanpa dipungut biaya alias gratis. Penelusuran untuk mendapatkan data yang lebih valid untuk pelayanan ini, bahwa sudah mulai berlaku pada tgl 1 Januari 2010 di seluruh Bali termasuk di Puskesmas, hanya sampai saat ini belum ada yang bisa menjelaskan apakah seluruh tindakan medis digratiskan (contohnya, operasi patah tulang apakah gratis? atau yang dikatagorikan operasi besar)<br /><span class="fullpost"><br />Memang masalah pelayanan jaminan kesehatan ini menjadi program dari pemerintah propinsi Bali untuk diterapkan tahun ini,semoga program ini akan bisa terus dijalankan bahkan dikembangkan. karena sangat bermanfaat bagi masyarakat Tentunya karena program ini baru dijalankan akan banyak menemui kendala yang harus diperbaiki. Tetapi yang Pasti, MASYARAKAT YANG SUDAH TERDATA PADA SAAT PENDATAAN, hanya berbekal KTP dan KK di wilayah Propinsi Bali sudah menikmati Pelayanan Kesehatan Gratis.<br /><br />Untuk Warga Masyarakat yang akan bekerja di luar Desa Tamblang tapi masih di wilayah Propinsi Bali ingat membawa KTP dan Fotocopy KK atau yang asli mungkin sewaktu-waktu diperluan untuk memeriksakan kesehatan di puskesmas atau Rumah Sakit terdekat dari tempat bekerja.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-16474346725832856642009-11-14T11:50:00.003+07:002011-09-20T18:10:21.364+07:00Undangan PewartaDonor Darah Sukarela<br /><br />Hari / Tangal : Minggu, 6 Desember, 2009<br /><br />Waktu : 09.00 Wita<br /><br />Tempat : Jln. Plawa No : 37 Denpasar - Bali <br /><span class="fullpost"><br /><br />Ketua Pewarta :<br />I Nyoman Suparma ( Mang Amo )<br />Telp : 0361 8521611<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-13577925785459147162009-09-07T09:40:00.002+07:002011-09-20T18:11:18.272+07:00Siap SelemAda tuturan satua Siap Selem. Ia ngelah panak pepitu, ane paling cerik doglagan, tusing mebulu. I Siap Selem ngajak panak anteng ngalih amah.<br /><br />saget teka ujan bales. I Siap Selem nginep jumah Meng Kuuk, suba peteng I Siap Selem makeber. Enu I doglagan medem di samping batune. Meng Kuuk teka, jeg nyaplok batu. Meng Kuuk ngeling, gigine pungak. I Doglagan ngalih memene.<br /><span class="fullpost"><br />I Siap selem nepukin Meng Kuuk gigine pungak. I Siap selem ngigel sambilanga magending. Ngikngak, nginguk, gigi pungak nyaplok batu.<br />Nah keto upak anak belog.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-41938578274734875602009-09-05T13:46:00.003+07:002011-09-20T18:11:51.178+07:00I Sugih Teken I TiwasAda tuturan satua I Sugih teken I Tiwas. I Sugih, anak mula sugih. Gelahne liu tegal muah carik. Pipisne masih liu. Nanging ia demit, loba muah iriati. Duleg teken anak lacur.<br /><br />I Tiwas mula lacur. Tusing ngelah apa. Nanging solahne melah. Dueg metimpal. Demen nulungin anak len magarapan. Geginanne ngalih saang disisin alase. Laut adepa ka peken. Sedek dina anu, I Tiwas sedeng munduhang saang, teka Sang Kidang. Kidange ngomong : "ih Tiwas seluk jit nirane". I Tiwas nyeluk jit Sang Kidange. I Tiwas kendel, maan mas, pipis liu. Ia nyembah marep menek. Ngaturang suksema ring Sang Hyang Widhi. Laut ia mulih, bingar.<br /><span class="fullpost"><br />I Sugih baan lobanne, iri nepukin I Tiwas. I Sugih milu ngalih saang. Tepukina ada kidang ngamah padang. I Sugih nyeluk jit kidange. I Sugih paida, gredega, kanti babak belur. Ia mulih, aduh-aduh.<br /><br />Keto pikolih anak loba tur iriati.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-11764507524162403862009-09-04T10:23:00.004+07:002011-09-20T18:12:30.703+07:00Men CublingAda tuturan satua Men Cubling. Ia maumah di sisin alase.<br /><br />Pan Cubling semengan luas megarapan. Ia mamula gaga di tegalne.<br /><br />Men Cubling ngoyong jumah. Ia nyakan di paon. Suud nyakan, saget ada bojog gede teka. Bojoge nagih sangu muah woh-wohan. Sadina-dina bojoge gede ento kema. Ia nagih amah. Yan tusing baanga, Men Cubling pedihina, galakina. Gelah men cubling telahanga.<br /><br />Pan Cubling teka. Ia ngalih daya. Pan Cubling nyaru-nyaru mati. Rurubina baan kasa dibalene.<br /><span class="fullpost"><br />Teka bojoge gede nagih amah. Pan Cubling orahanga mati. Men Cubling ngidih tulung, ngae bangbang dalem. I Bojog gede ngae bangbang ajaka timpalne. Suba dalem bangbange tekepina aji bedeg. Siama aji yeh panes. Bojoge makejang mati.<br /><br />Keto upah anak demen memaksa gelah anak.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-19786964674892548342009-09-04T06:47:00.003+07:002011-09-20T18:15:56.886+07:00Ni Bawang Teken Ni KesunaAda tuturan satua anak makurenan, ngelah kone pianak luh duang diri. Pianakne ane kelihan madan Ni Bawang muah ane cerikan madan Ni Kesuna.<br /><br />Solah Ni Bawange ajaka Ni Kesuna matungkasan pesan, tan bina cara yeh mesanding teken apine.<br /><br />Baan duwegne Ni Kesuna ngae pisuna, ento makrana memene setata ngugu pisadun Ni Kesunane ane ngorahang Ni Bawang ngumbang di tukade ngenemin anak truna.<br /><span class="fullpost"><br />Dugase ento sujatinne Ni Bawang suud nglesung padi laut kayeh sambilanga ngaba jun lakar ngalih yeh.<br /><br />Krana ngugu munyin Ni Kesunane, ditu Ni Bawang lantas tigtiga, siama aji yeh anget tur tundena magedi.<br /><br />Ni Bawang di subane ngutang umah, neked di tukade ketemu ajak kedis crukcuk kuning. Ditu Kedis Crukcuk Kuninge kapiolasan. Ni Bawang gotola, baange emas-emasan, marupa pupuk, subeng, kalung, bungkung, gelang muah kain sutra.<br /><br />Sesukat Ni Bawang ngelah panganggo ane melah buka keto, ia nongos di umah dadongne.<br /><br />Kacrita Ni Kesuna kone nepukin embokne mapanganggo melah-melah, laut ia nakonang uli dija maan panganggo buka keto.<br /><br />Disubane oraina teken Ni Bawang, ditu Ni Kesuna metu kenehne ane kliwat loba. Ia ngorahin memene nigtig ukudane apang kanti babak belur.<br /><br />Sesubanne katigtig, lantas ia ngeling sengu-sengu ka tukade ketemu teken kedis crukcuk kuninge.<br /><br />Kacrita I Crukcuk Kuning ngotol ukudan Ni Kesunane, isinina gumatat-gumitit.<br /><br />Neked jumah, ditu lantas gumatat-gumitite ento mencanen Ni Kesuna kanti ngemasin mati.<br /><br />Keto upah anake ane mrekak, setata demen misunaang timpal, sinah muponin pala karma tan rahayu.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-76189545312936928572009-08-31T14:37:00.003+07:002011-09-20T18:15:11.869+07:00I BelogAda katuturan satua anak belog. Baan belogne ia adanina I Belog. Sedek dina ia tondena meli bebek ka peken teken memene. Ditu lantas ia nyemakin memene pis. Lantas memene buin ngomong, kema jani cai engal-enggal ka peken, terus meli be dadua di tongos dagang bebeke.<br /><br />Disubane I Belog neked di peken, kema-mai ia ninggalin dagang bebek sakewala ia ngenjuhang pipis dasa tali rupiah. Jero niki jinah, tiang meli bebek dadua. Bebeke aukud aji Rp. 4000. Lantas dagang bebeke ngemaang I Belog susuk bui Rp. 2000. Disubane maan meli bebek lantas I Belog mulih.<br /><span class="fullpost"><br />Kacrita ia ngemulihang, tur ngaliwatin tukad linggah. Ditu lantas bebeke ngeleb. Maka dadua bebeke ngelangi di tukade. I Belog bengong ninggalin bebeke kambang tur ia ngrengkeng kene. Beh, bebek puyung bakat beli. Awake nagih bebek mokoh tur baat, sakewala bebek puyung baanga. I Dewek belog-beloga. Lantas bebeke tusing ejuka tur kalahina mulih.<br /><br />Disubana I Belog neked jumahne, ajinanga baan memene tuara ngaba bebek. Memene ngomong, ih belog encen bebeke? Masaut I Belog, "maan ja icang meli bebek, nanging puyung icang adepina teken dagang bebeke. Lantas bebeke leb di tukade, tur ngelangi. Buina laut ulah icang sawireh meli bebek puyung tuara ada gunane.<br /><br />Ditu lantas I Belog welanga baan memene. Keto upah anake belog, tuara ngresep teken munyi. Bebeke mula kambang yan ia lebang di tukake dalem.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-51045027831252096412009-08-30T08:27:00.003+07:002011-09-20T18:17:54.081+07:00Persiapan Hari Raya GalunganBetapa senang hatiku, setiap menjelang hari raya Galungan dan Kuningan. Hari Raya Galungan bagiku mempunyai keistimewaan tersendiri. Berkumpul bersama keluarga besar di kampung Tamblang adalah hari yang kutunggu-tunggu. Bertemu dengan sepupu, berbagi pengalaman, dan juga belajar mejejaitan banten. <br /><br />Menjelang penampahan Galungan pada hari Selasa Wage Dungulan, kami sekeluarga siap-siap menyembelih ayam dan mengolah daging babi. Terbayang olehku wah, betapa nikmatnya masakan yang akan aku nikmati. Kami berbagi tugas, ada yang memarut kelapa, membuat bumbu, mengolah sate dan lawar, pepes, dan aneka masakan lainnya.<br /><span class="fullpost"><br />Kami menghaturkan banten saiban. Banten saiban berisi nasi dan lauk pauk yang di masak hari ini. Selesai menghaturkan banten kami membantu menyiapkan hidangan untuk kami sekeluarga.<br /><br />Selanjutnya kami menyiapkan penjor, membuat perhiasan penjor. Sore hari pada penampahan Galungan penjor dipasang di halaman luar dilengkapi dengan sanggah penjor. Kami juga memasang pacaningan, lamak, gegantungan pada pelinggih disekitar rumah dan di tempat-tempat banten dihaturkan. Setelah beres kami sekeluarga natab sesayut pabiyakala, dilengkapi dengan prayascita dan memohon air suci. Sebelumnya kami menghaturkan segehan cacah warna lima sebanyak 3 tanding, masing-masing di natar sanggah, halaman rumah, dan halaman luar rumah.<br /><br />Demikianlah kegiatan persiapan hari raya Galungan yang kami lakukan di kampung Tamblang. Menjelang hari raya Galungan di kampung Tamblang sangat berkesan bagiku karena dapat belajar banyak tentang makna upacara. <br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-23666408665684142542009-08-26T19:19:00.003+07:002011-09-20T18:35:40.787+07:00I Lutung Teken KekuaAda tuturan satua, I Lutung teken I Kekua. I Lutung sedek mesayuban di beten kayune. Dingeha I Kekua nyeselan iba kene munyine, "beh kene suba lacur. Masan ujan-ujan keweh pesan ngalih amah. Yen mekelo kene, sing buungan awake lakar mati". Mara dingeha munyi keto I Lutung inget. Lantas tongose ento kepaekin. Tepukina I Kekua berag acum, saja mirip tuna amah.<br /><br />laut I Lutung ngomong nimbal, "Ih Kekua, suud monto meseselan. Awake nepukin tongos melah, dauh tukad Cengcenge ada pondokan. Ento pondokne I Kaki Perodong. Di sisin abianne misi punyan biu. Abulan ane suba liwat, awake maan mentas ditu.<br /><span class="fullpost"><br />Biune liu ane wayah-wayah, mirib jani suba pada nasak". Beh prajani ilang seduke I Kekua mara ningeh orta keto. Demen kenehne lakar maan ngamah biu nasak. Laut ia mesaut enggal "Aduh sang Lutung, yen keto apa kaden melahne. Nanging kenkenang kema, sawireh pondoke ento joh. Tukad Cengcenge linggah, buina keweh pesan liwat".<br /><br />Mara keto munyine I Kekua, lantas I Lutung memunyi, "Beh belog iba Kekua. Cai kaden dueg ngelangi. Yen ajak cai satinut, jalan kema sibarengan. Gandong awake, ngaliwat tukad. Cai ngantosang beten dibongkolne, yen maan biu tetelu, cai abesik, deweke dadua".<br /><br />Gelising satua enggal, majalan kone ia ajaka dadua. Tusing mekelo pajalane, neked ia di sisin tukad Cengcenge. Ngenggalang I Lutung magandong di tundun kekuane. Ngesir pajalan I Kekua nuut yeh, wireh ia dueg ngelangi. I Lutung negak duur tundune, sambilanga kejengat-kejengit. Disubane neked di sisin tukade lantas subarengan tuun, tur saget ada ngenah pondok. Pondokne ento gelah I Kaki Perodong. Lantas ia tolah-tolih natasang Kaki Perodong.<br /><br />Kakenehang baan I Lutung pondoke suung. Di lantas I Lutung ngenggalang menek punyan biune ane sedeng mabuah nasak. I Kekua ngantosang di bongkol punyan biune.<br /><br />Gelisang satua I Luung ngempok biu mase ane tasak duang bulih tur pelute make dadua, I Kekua baanga kulitne dogen. Sedeng iteh I Lutung ngamah biu, lantas I Kali Prodong teka, tur ngomong "Bah ne I Lutung ngamah biune, jani kar matiang!". Ditu lantas I Kekua mengkeb di batan punyang biune. Kaki Prodong teka ngaba tumbak lanying. Pejalane adeng-adeng ngintip I Lutung. I Lutung kaliwat kendel kenehne. Ia tusing naen teken kaukan bayane, nu iteh ngamah biu nasak di punya. Sedeng iteha I Lutung ngamah biu lantas katumbek baan Kaki prodong tur beneng lambungne. Ditu lantas I Lutung ulung maglebug ke tanahe tur ia mati. Bangken I Lutung tadtada ka pondokne. <br /><br />Keto upah anake demen mamaling tur nguluk-nguluk timpal.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-49011473275088107642009-08-22T19:03:00.004+07:002011-09-20T18:18:47.759+07:00SubakI Putu mula murid jemet pesan. Lenan teken jemet mlajah, ia jemet megae. Satekane uli sekolahan, setata nulungin bapanne magarapan di carike.<br /><br />Teka uli sekolahan ia bareng numbeg, metekap, majukut, nampadin muah sahanan gegaene di carik.<br /><br />yen krama subake nuju marerembugan, ia bareng ditu madingehang, pedasanga pesan apa ane raosanga. Yen ia tuara resep, ia tuara kimud matakon. Ia dot pesan nawang paundukan subake. Ento awanan teked jumah ia matakon teken bapanne, "Bapa tiang pepes pesan ningeh anak ngraosang subak, sakewala tiang tonden ngresep. Tegarang bapa nuturin tiang paundukan subake!"<br /><span class="fullpost"><br />"Beh, melah pesan patakon Ceninge. Kene to Cening, ane keadanin subak tuara len teken sekaa ane ngurusin carik. Jani masih ada subak abian. Anake wikan maosang subake ento suba liu ada di Bali. Yen sing pelih baan bapa, ngawit rauh Resi Markandeya ka Bali.<br /><br />Subaka ento madasar Tri Hita Karana. Tri Hita Karana maarti tetelu ane ngae rahayu. Pawilangane : Kayangan, Pawongan muah palemahan. Yan di subak, kayangan wiadin puran subake kaadanin bedugul. Pawongan, tuah krama subake, muah palemahane ento carike ane linggah. Maka tetelu tusing dadi palasang.<br /><br />Subake ngelah awig-awig. Awig-awig subake ada ane matulis ada masih ane tuara matulis. Krama subake setata malaksana nganutin awig-awige ento. Isinne paundukan ngedum yeh, menahin temuku, nabas pundukan, dewasa mamula, muah ane lenan."<br /><br />sesubanne madingehang tutur bapanne, I Putu mapineh-pineh buka kene, "Beh, yen keto subake patut pesan piara tur anutang teken kamajuan jamane jani."<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-16844423372123127372009-08-21T19:51:00.004+07:002011-09-20T18:36:10.187+07:00Sang Nandaka Muah Prabu Singa KapisunaKacrita di alas Malawane ada kone lembu jagiran aukud, madan Sang Nandaka. Ane dadi rajan alase ditu Sang Prabu Singa. Panjaknyane sawatek asu alase. Pinaka pepatih madan Patih Sambada, I Nohan teken I Tatit. Sang Nandaka muah prabu Singa, masawitra becik-becik. Sang Nandaka ngelarang kapanditan.<br /><br />Sang Prabu Singa nyambran dina mlajahin tutur kadarman nginutin solah Sang Nandakane sadina-dina mamukti padang, suud mamati-mati, suud mamangsa daging. Dening keto keweh sawatek asune, krana tusing bisa neda padang, ambengan muah don-donan. Ditu lantas paum di batan kayu kalikukune.<br /><span class="fullpost"><br />I Tatit ngraos teken I Patih Sambada, nerangang panjake pada kasengsaran, berag aking. Masaut Patih Sambada sada kenyem, " ih, ento cai pada makejang, yan kapineh baan I dewek, pasawitran Ida Prabu Singa teken Sang Nandaka tusing adung. Krana bina paksa len kapti, artinne len soroh len tetujone. Jani dewek ngalih daya upaya apang Prabu Singa palas teken Sang Nandaka. "Mara keto lega pesan keneh asune makejang, lantas paumane maluaran.<br /><br />Nemonin dewasa melah, I Sambamda nyilib nangkil ring Sang Nandaka, ane sedek masayuban di beten kayu bingine. I Sambada ngenggalang nyumbah lantas matur. "Inggih Ratu Pranda mungguing kabecekin pasawitran I ratu ring Sang Prabu Singa nenten nyandang baosang. Sakewenten ampurayang pisan, sane mangking Sang Prabu Singa nyesel raga, antuk kadropon makanti ring I ratu. Ida wantah eling ring raga nilar sesanan ratun buron. Ida ngandika sapuniki, "jani awake tau teken unduk I Lembu, tingkahne corah mapi-mapi sadu. Yadiapin I Lembu matanduk nyanyap, awakne gede, sing keweh awake, ngalap kapatianne".<br /><br />Keto aturne I Sambada ngadu ada, lantas ia mapamit. Tan kacritayang di jalan, I Sambada suba tangkil teken Sang Singa, nyumbah-nyumbah matur, "Inggih, Ratu Sri Mregapati, titiang nunas ampura! Titiang polih tangkil ring Sang Nandaka. Dane maosang dahat singsal pamargin cokor I Dewane. "sapunike pangandikan dane, "cai Sambada, bapa nuturin cai, buat jelen laksana singane. Tusing pesan ia ngelah idep kapiwelasan, kabatek baan lobanne kaliwat. Punika patut kayunin I Ratu, sampunang I Ratu tleman! Gelisang pegatang pasawitran I Ratune ring I Nandaka. "Sang Prabu Singa kipak-kipek sarwi mapineh-pineh, "tanpa guna tresnan deweke teken I Nandaka! Jani mula sewayan deweke masiat nglawan Nandaka".<br /><br />Sang Prabu Singa lantas bangun, gegancangan majalan kairing baan I Sambada, I Nohan, I Tatit muah asune makejang, nuju tongos Sang Nandakane.<br /><br />Sesubane neked di arepan Sang Nandakane. Sang Prabu Singa ngelur ngajengit, tumuli nyagrep baong Sang Nandakane, getihne muncrat. Sang Nandakane ngawales nyenggot, beten lambung Sang Prabu Singane. Pamuputne makadadua ngemasin, pada purusa di payudan.<br /><br />Nah, tangarin pesan pisunane, krana pisunane manganan teken pedang, sida nguugang pasawitran, kulawarga, banjar muah desa.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-9802108605163381372009-08-21T09:18:00.004+07:002011-09-20T18:19:20.134+07:00Lutung Teken KambingCritayang I Lutung malali-lali di sisin alase tepukina I kambing sedek medem beten kayune ngrembun. I Lutung munyine manis nyapatin, "yeh sedeng melaha I Kambing dini. Jalan mesekaa ngae abian kacang lindung. Manian apa ada pupunin !" I Kambing nyautin dabdab, "kenken baan nabdabang apang nyak manut paedumane ? Mani puan apang eda ngranayang rebat matimpal". <br /><br />I Lutung munyinne getar nyauitin. "kene ento kambing, saluir edon iba ane ngelahang, sekancan buah wake ane muponin. Asing ane lenyok teken subaya apang tusing nepukin rahayu". I Kambing manggutan sarwi ngomong, "nah wake ane nyadia nginutin munyin ibane".<br /><span class="fullpost"><br /><br />suba pragat subayane ajak dadua, lantas ngawitin ngae abian. I kambing ngedeng tenggala, I Lutung ngatehang uli duri. I Kambing tundune telah kapecutin, kanti balan-balan pajlantah, sasubane lanyah ajaka dadua seleg mamula kacang.<br /><br />Critayang jani suba mentik melah kacange, sabilang medon amaha baan I Kambing, "bah yen kene undukne pocol makaronan ngajak I Kambin ? Buin pidan kacange lakar mebuah ? Makejang done liglig amah kambing.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-51072657162085758772009-08-20T09:40:00.004+07:002011-09-20T18:20:04.032+07:00I DurmaAda tuturan satua anak muani bagus madan I Rajapala makurenan ngajak dedari madan Ken Sulasih. Ia nongos di desa Singapanjaron. Ia ngelah panak adiri. Adanina I Durma. Mara I Durma matuuh pitung oton, kalahina teken memene mawali ka kendran. Sawireh keto, I Durma kapiara, kapretenin olih I Rajapala, kanti matuuh dasa tiban. <br /><br />Gelising satua, I Rajapala makinkin bakal nangun kerti ka alas gunung.<br /><span class="fullpost"><br />Nuju sanja, I Rajapala ngaukin pianakne laut negak mesila. I Rajapala ngusap-ngusap duur I Durmane sarwi ngomong, "duh, Cening Durma pianak Bapa, tumbuh cening kaasih-asih pesan. Enu cerik Cening suba katinggalin baan meme. Buin mani masih Bapa bakal ninggalin Cening luas ka gunung alas nangun kerti. Jumah cening apang melah !"<br /><br />Mara keto, jengis I Durma, paningalane ngembeng-ngembeng, tumuli ia mekakeb di pabinan bapane. Tusing nyidayang ia mesaut. Bapanne menehang tegak Durmane tur nutugang mapitutur. "Cening Durma, awak enu cenik, patut Cening seleg malajahang awak. Sabilang gae patut plajahin, nyastra tusing dadi engsapin. Ditu di pasraman jero Dukuh, Cening malajah sambilang ngayah.<br /><br />Plajahin cening matingkah, ngomong muah mapineh. Tingkah, omong muah papineh ane rahayu palajahin. Melahang solahe mabanjar, mapisaga, eda maguunin rusit teken timpal. Patut Cening asih manyama braya. Nyama brayane pinaka meme bapa muah sameton, tur anggon lima batis sing nyen kaget Cening ngayah ka banjar wiadin matetulung ka pisaga, eda pesan pesu mulihanga gagaen anake. Sekenang pesan magarapan ditu.<br /><br />Prade ada anak kumatresma, suka olas teken Cening, ento eda pesan engsapanga. Nganging yen ada anak ngawe jele wiadin ngae jengah teken ukudan Ceninge, sasida-sidaan eda walasa. Minab Ida Sang Hyang Widhi tuara wikan nyisipang.<br /><br />Buina Cening, semu ulate jejerang, kemikan bibihe apang manis, ento anggon ngalap pitresnan anake teken cening. Plajahin ngomong ane rahayu, eda pesan Cening ngae pisuna, ngadu ada, mamokak muah mrekak !<br /><br />Keto masih eda Cening ngadu daya lengit, ngeka daya nyengkalen anak. Jejerang pepinehe ngulati ane melah. Ingetang setata ngaturang bakti ring Ida Sang Hyang Widhi, matrisandia tetepang.<br /><br />Nah, amonto malu Bapa mituturin Cening, dumadak Ida Sang Hyang Widhi Wasa sueca mapica kerahayuan tekening Cening muah Bapa !"<br /><br />Tan kacrita pajalan I Rajapalane nangun kerti,<br /> kacrita jani I Durma suba ngayah, mlajah di pasraman Jero Dukuhe. Jero Dukuh kalintang ledang pakayunanne, krana I Durma seleg pesan mlajah tur enggal ngresep. I Durma tusing milihin gae, asing pituduh Jero Dukuhe kagarap kanti pragat. Sabilang peteng kaurukang masastra baan Jero Dukuh. Baan selegne malajah mamaca, dadi liu ia nawang satua, tutur muah agama.<br /><br />Sasubanne I Durma menek truna, pepes ia ka bencingah, dadi tama ia nangkil ring Anake Agung di Wanakeling. Para punggawa, tandamantri pada uning, tur sayang teken I Durma. Ditu laut I Durma kaanggen parekan di puri, kadadiang panyarikan sedahan agung purine. Dedinane, I Durma tusing kuangan pangan kinum, muah setata mapanganggo bungah. Yadiapin keto tusing taen ia ingsap manyama braya, setata inget teken pitutur bapanne muah ajah-ajahan Jero Dukuhe. Keto nyen pikolih anake jemet mlajah tur anteng magarapan.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-19376004748727969442009-08-19T09:22:00.004+07:002011-09-20T18:20:18.229+07:00I Kayu KepuhKacerita ada kayu kepuh mentik di tegale ane linggah ditu ada kedis goak luh muani sedeng metinggah di carang kayune. Kedis goake ento kapariangenan nepukin unduke i kayu kepuh, gobane layu, done telah ligir, kulitne telah bulbul mababakan, miribang i kayu kepuh lakar ngemasin mati.<br /><br />I kedis goak nakonang apa awanan i kayu kepuh buka keto. Mesaut I kayu kepuh "uduh cai goak, ento saja buka munyin caine, mahabara kapanesan icang dini, baan laksana i rare anggon, sadina-dina icang teteka, tur tikahne nektek tan ngitung, setata ngawag-ngawag. Ada masih ane lenan nunjelin bongkol icange, sing ja gigis kapo sakite ane tandangin icang dini. Adenan suba mati tekenan nandang sakit buka a kene".<br /><span class="fullpost"><br /><br />Ningeh munyine i kayu kepuh buka keto mesaut i kedis goak "ne ada pangupayan icange apanga cai rahayu seger. Apanga suud i rare angon ngusak cai dini" mesaut i kayu kepuh "uduh cai goak tumusang pesan legan caine teken icang, yan saja icang nyidaang seper kanggo cai nitahang dini, sing ada icang bani piwal teken cai" keto pangidihan miwapg pasobayane i kayu kepuh.<br /><br />Gelising satua i goak lantas nyalanang daya upaya. I goak ngalih bangke ane suba berek, lantas kegantungang di carang kayu kepuhe. Pagulanting bangkene ngebekin carang kayune. Buin mani kacerita i rare anggon pada ngungsi bongkol kayu kepuhe lakar masayuban. Dadine makejang pada melaib sawireh bone bengu, ento awinan i rare anggon tusing taen mesayuban di bongkol kepuhe ento. Mekelo-kelo suba kone ipun i kayu kepuh ngerembeak carange samah, jani i kedis goak elah metaluh di carange i kayu kepuh.<br /><br />Patutne i rage sareng sami, sandang ngelestariang tanem tuuhe, eda ngawag-ngawag mungel muah ngamatiang sarwa tumuwuhe.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-78648302106805194702009-08-18T19:08:00.003+07:002011-09-20T18:36:41.579+07:00Ni Tuwung KuningAda tuturan satua, anak kereng mamotoh madan I Pudak. I Pudak liu pesan ngelah siap kurungan. Kurenane beling gede, merasa keweh ngencanin siap.<br /><br />Kacerita I Pudak luas metajen ka Denbukit. Kurenane mebesen kene " yen muane panake ubuh, yen luh tektek baang siap ". Mara meketelun I Pudak luas, kurenane ngelah panak luh. Pianakne kingsananga jumah dadongne. Ari-arine dogen tekteka baamga siapne. Pianakne adanina Ni Tuwung Kuning. Ngancan kelih ngancan jemet Ni Tuwung Kuning magarapan<br /><span class="fullpost"><br />Yan kudang taun makelone I Pudak luas metajen, critayang jani ia suba mulih pipisne telah kalah, tusing enu angan aketeng. Teked jumahne ia nakonang pianakne. Kurenane ngorahang pianakne luh tur suba tekteka baanga siap.<br /><br />Siape makruyuk, ngorahang pianakne kingsananga jumah dadongne, tur ari-arine tekteka baanga siap. Kakruyuk siape keto dogen, laut kurenane kaukina. Kurunane konkona ngalih pianakne ka umah dadongne.<br /><br />Ni Tuwung Kuning aliha ajaka mulih. Teked jumah ia lantas ajaka ka alase. Di tengah alase Ni Tuwung Kuning nagih matianga. Jep teka dedarine nyaup Ni Tuwung Kuning. Ni Tuwung Kuning siluranga aji gedebong. I Pudak sahasa nektek gedebong, abana mulih. Teked jumahne baanga siapne.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-30714460491631077992009-08-16T19:19:00.007+07:002011-09-20T18:38:44.860+07:00Bhagavad-Gita 1&2TERJEMAHAN BHAGAVAD-GITA MENURUT ASLINYA<br /><br />BAB SATU<br /><br />MENINJAU TENTARA-TENTARA DI MEDAN PERANG KURUKSETRA<br /><br />Sloka 1.1<br />Dhrtarastra berkata: Wahai Sanjaya, sesudah putera-puteraku dan putera Pandu berkumpul ditempat suci kuruksetra dengan keinginan untuk bertempur, apa yang dilakukan oleh mereka?<br /><br />Sloka 1.2<br />Sanjaya berkata: Wahai Baginda Raja, sesudah meninjau tentara-tentara yang telah disusun dalam barisan-barisan oleh putera Pandu, Raja Duryodhana mendekati gurunya dan berkata sebagai berikut.<br /><br />Sloka 1.3<br />Wahai Guruku, lihatlah tentara-tentara besar para putera Pandu, yang disusun dengan ahli sekali oleh putera Drupada, murid anda yang cerdas.<br /><span class="fullpost"><br />Sloka 1.4<br />Disini dalam tentara ini ada banyak pahlawan pemanah yang sehebat Bhima dan Arjuna dalam pertempuran: kesatria-kesatria yang hebat seperti Yuyudhana, Virata dan Drupada.<br /><br />Sloka 1.5<br />Ada juga kesatria-kesatria yang hebat perkasa dan memiliki sifat kepahlawanan seperti Dhrstaketu, Cekitana, Kasiraja, Purujit, Kuntibhoja dan Saibya.<br /><br />Sloka 1.6<br />Ada Yudhamanyu yang agung, Uttamauja yang perkasa sekali, putera Subhadra dan putera-putera Draupadi. Semua kesatria itu hebat sekali bertempur dengan menggunakan kereta.<br /><br />Sloka 1.7<br />Tatapi perkenankanlah saya menyampaikan keterangan kepada anda tentang komandan-komandan yang mempunyai kwalifikasi luar biasa untuk memimpin bala tentara saya, wahai brahmana yang paling baik.<br /><br />Sloka 1.8<br />Ada tokoh-tokoh seperti Prabhu sendiri, Bhisma, Karna, Krpa, Asvatthama, Vikarna dan putera Somadatta bernama Bhurisrava, yang selalu menang dalam perang.<br /><br />Sloka 1.9<br />Ada banyak pahlawan lain yang bersedia mengorbankan nyawanya demi kepentinngan saya. Semuanya dilengkapi dengan pelbagai jenis senjata, dan berpengalaman dibidang ilmu militer.<br /><br />Sloka 1.10<br />Kekuatan kita tidak dapat diukur, dan kita dilindungi secara sempurna oleh kakek Bhisma, sedangkan para Pandava, yang diliundungi dengan teliti oleh Bhima, hanya mempunyai kekuatan yang terbatas.<br /><br />Sloka 1.11<br />Sekarang anda semua harus memberi dukungan sepenuhnya kepada Kakek Bhisma,sambil berdiri diujung-ujung strategis masing-masing di gerbang-gerbang barisan tentara.<br /><br />Sloka 1.12<br />Kemudian Bhisma, leluhur agung dinasti Kuru yang gagah berani, kakek para kesatria, meniup kerangnya dengan keras sekali bagaikan suara singa sehingga Duryodhana merasa riang.<br /><br />Sloka 1.13<br />Sesudah itu, kerang-kerang, gendang-gendang, bedug, dan berbagai jenis terompet semuanya dibunyikan seketika, sehingga paduan suaranya menggemparkan.<br /><br />Sloka 1.14<br />Dipihak lawan, Sri Krsna bersama Arjuna yang mengendarai kereta megah yang ditarik oleh kuda-kuda berwarna putih juga mambunyikan kerang-kerang rohani mereka.<br /><br />Sloka 1.15<br />Kemudian Sri Krsna meniup kerang-Nya yang bernama Pancajanya; Arjuna meniup kerangnya yang barnama Devadatta; dan Bhima, pelahap dan pelaksana tugas-tugas yang berat sekali, menuip kerangnya yang mengerikan yang bernama Paundra.<br /><br />Sloka 1.16-18<br />Raja Yudhisthira, Putera Kunti, meniup kerangnya yang bernama Anantavijaya, Nakula dan Sahadeva meniup kerangnya bernama Sughosa dan Manipuspaka. Pemanah yang perkasa Raja Kasi, Ksatria hebat yang bernama Sikandhi, Dhrstadyumna, Virata dan Satyaki yang tidak pernah dikalahkan, Drupada, para putera Draupadi, dll, seperti putera Subhadra, yang berlengan perkasa, semua meniup kerangnya masing-masing; wahai Baginda Raja.<br /><br />Sloka 1.19<br />Berbagai jenis kerang tersebut ditiup hingga menggemparkan. Suara kerang-kerang bergema baik dilangit maupun di bumi hingga mematahkan hati para putera Dhrtarastra.<br /><br />Sloka 1.20<br />Pada waktu itu, Arjuna putera Pandu, yang sedang duduk diatas kereta, yang benderanya berlambang Hanuman, mengangkat busurnya dan bersiap-siap untuk melepaskan anak panahnya. Wahai paduka Raja, sesudah memandang putera-putera Dhrtarastra, lalu Arjuna berkata kepada Hrsikesa(Krsna)sebagai berikut:<br /><br />Sloka1.21-22<br />Arjuna berkata: Wahai Krsna yang tidak pernah gagal, mohon membawa kereta saya ditengah-tengah antara kedua tentara agar saya dapat melihat siapa yang ingin bertempur disini dan siapa yang harus saya hadapi dalam usaha perang yang besar ini.<br /><br />Sloka 1.23<br />Perkenankanlah saya melihat mereka yang datang kesini untuk bertempur karena keinginan mereka untuk menyenangkan hati putera Dhrtarastra yang berfikiran jahat.<br /><br />Sloka 1.24<br />Sanjaya berkata: wahai putera keluarga Bharata, setelah disapa oleh Arjuna, Sri Krsna membawa kereta yang bagus itu ke tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak.<br /><br />Sloka 1.25<br />Dihadapan Bhisma, Drona dan semua pemimpin dunia lainnya, Sri Krsna bersabda, wahai Partha, lihatlah para Kuru yang sudah berkumpul disini.<br /><br />Sloka 1.26<br />Di sana di tengah-tengah tentara-tentara kedua belah pihak Arjuna dapat melihat para ayah, kakek, guru, paman dari keluarga ibu, saudara, putera, cucu, kawan, mertua dari orang-orang yang mengharapkan kesejahteraannya semua hadir disana.<br /><br />Sloka 1.27<br />Ketika Arjuna, putera Kunti, melihat berbagai kawan dan sanak keluarga ini, hatinya tergugah rasa kasih sayang dan dia berkata sebagai berikut.<br /><br />Sloka 1.28<br />Arjuna berkata: Krsna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga dihadapan saya dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota badan-badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.<br /><br />Sloka 1.29<br />Seluruh badan saya gemetar, dan bulu roma berdiri. Busur Gandiva terlepas dari tangan saya, dan kulit saya terasa terbakar.<br /><br />Sloka 1.30<br />Saya tidak tahan lagi berdiri disini. Saya lupa akan diri, dan fikiran saya kacau. O Krsna, saya hanya dapat melihat sebab-sebab malapetaka saja, wahai pembunuh raksasa bernama Kesi.<br /><br />Sloka 1.31<br />Saya tidak dapat melihat bagaimana hal-hal yang baik dapat diperoleh kalau saya membunuh sanak keluarga sendiri dalam perang ini. Krsna yang baik hati, saya juga tidak dapat menginginkan kejayaan, kerajaan, maupun kebahagiaan sebagai akibat perbuatan seperti itu.<br /><br />Sloka 1.32-35<br />O Govinda, barangkali kita menginginkan kerajaan, kebahagiaan, ataupun kehidupan nuntuk orang tertentu, tetapi apa gunanya kerajaan, kebahagiaan ataupun kehidupan bagi kita kalau mereka sekarang tersusun pada medan perang ini? O Madhusudana, apabila para guru, ayah, putera, kakek, paman dari keluarga ibu, mertua, cucu, ipar, dan semua sanak keluarga bersedia mengorbankan nyawa dan harta bendanya dan sekarang berdiri dihadapan saya, mengapa saya harus berhasrat membunuh mereka, meskipun kalau saya tidak membunuh mereka, mungkin mereka akan membunuh saya? Wahai Pemelihara semua makhluk hidup, jangankan untuk bumi ini, untuk imbalan seluruh tiga dunia inipun saya tidak bersedia bertempur melawan mereka. Kesenangan apa yang akan kita peroleh kalau kita membunuh para putera Dhrstarastra?<br /><br />Sloka 1.36<br />Kita akan dikuasai oleh dosa kalau kita membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dhrstarastra dan kawan-kawan kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?<br /><br />Sloka 1.37-38<br />O Janardana, walaupun orang ini yang sudah dikuasai oleh kelobaan tidak melihat kesalahan dalam membunuh keluarga sendiri atau bertengkar dengan kawan-kawan, mengapa kita yang dapat melihat bahwa membinasakan satu keluarga adalah kejahatan harus melakukan perbuatan berdosa seperti itu?<br /><br />Sloka 1.39<br />Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi keluarga yang kekal dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan terlibat dalam kebiasaan yang bertentangan dengan dharma.<br /><br />Sloka 1.40<br />O Krsna, apabila hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela dalam keluarga, kaum wanita dalam keluarga ternoda, dan dengan merosotnya kaum wanita, lahirlah keturunan yang tidak diinginkan, wahai putera keluarga Vrsni.<br /><br />Sloka 1.41<br />Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diinginkan tentu saja menyebabkan keadaan seperti di neraka baik bagi keluarga maupun mereka yang membinasakan tradisi keluarga. Leluhur keluarga-keluarga yang sudah merosot seperti itu jatuh, sebab upacara-upacara untuk mempersembahkan makanan dan air kepada leluhur terhenti sama sekali.<br /><br />Sloka 1.42<br />Akibat perbuatan jahat para penghancur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan, segala jenis program masyarakat dan kegiatan demi kesejahteraan keluarga akan binasa.<br /><br />Sloka 1.43<br />O Krsna, pemelihara rakyat, saya sudah mendengar menurut garis perguruan bahwa orang yang membinasakan tradisi-tradisi keluarga selalu tinggal di neraka.<br /><br />Sloka 1.44<br />Aduh, alangkah anehnya bahwa kita sedang bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa. Didorong oleh keinginan untuk menikmati kesenangan kerajaan, kita sudah bertekad membunuh sanak keluarga sendiri.<br /><br />Sloka 1.45<br />Lebih baik bagi saya kalau putera Dhrstarastra yang membawa senjata ditangan membunuh saya yang tidak membawa senjata dan tidak melawan di medan perang.<br /><br />Sloka 1.46<br />Sanjaya berkata: Setelah berkata demikian di medan perang, Arjuna meletakkan busur dan anak panahnya, lalu duduk dalam kereta. Pikiran Arjuna tergugah oleh rasa sedih<br /><br />BAB DUA<br /><br />RINGKASAN ISI BHAGAVAD GITA<br /><br />Sloka 2.1<br />Sanjaya berkata: Setelah melihat Arjuna tergugah rasa kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, Madhusudana, Krsna, bersabda sebagai berikut:<br /><br />Sloka 2.2<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Arjuna yang baik hati, bagaimana sampai hal-hal yang kotor ini menghinggapi dirimu? Hal-hal ini sama sekali tidak pantas bagi orang yang mengetahui nilai hidup. Hal-hal seperti itu tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi, melainkan menjerumuskan dirinya kedalam penghinaan.<br /><br />Sloka 2.3<br />Wahai putera Partha, jangan menyerah kepada kelemahan yang hina ini. Itu tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang remeh itu dan bangunlah, wahai yang menghukum musuh.<br /><br />Sloka 2.4<br />Arjuna berkata: O Pembunuh musuh, o Pembunuh Madhu, bagaimana saya dapat membalas serangan orang seperti Bhisma dan Drona dengan panah pada medan perang, padahal seharusnya saya menyembah mereka?<br /><br />Sloka 2.5<br />Lebih baik saya hidup di dunia ini dengan cara mengemis daripada hidup sesudah mencabut nyawa roh-roh mulia seperti itu, yaitu guru-guru saya. Kendatipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap atasan. Kalau mereka terbunuh, segala sesuatu yang kita nikmati akan ternoda dengan darah.<br /><br />Sloka 2.6<br />Kita juga tidak mengetahui mana yang lebih baik-mengalahkan mereka atau dikalahkan oleh mereka. Kalau kita membunuh para putera Dhrstarastra, kita tidak mau hidup. Namun mereka sekarang berdiri dihadapan kita di medan perang.<br /><br />Sloka 2.7<br />Sekarang hamba kebingungan tentang kewajiban hamba dan sudah kehilangan segala ketenangan karena kelemahan yang picik. Dalam keadaan ini, hamba mohon agar Anda memberitahukan dengan pasti apa yang paling baik untuk hamba. Sekarang hamba menjadi murid Anda, dan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Anda. Mohon memberi pelajaran kepada hamba.<br /><br />Sloka 2.8<br />Hamba tidak dapat menemukan cara untuk menghilangkan rasa sedih ini yang menyebabkan indria-indria hamba menjadi kering. Hamba tidak akan dapat menghilangkan rasa itu, meskipun hamba memenangkan kerajaan yang makmur yang tiada taranya di bumi ini dengan kedaulatan seperti para dewa di surga.<br /><br />Sloka 2.9 <br />Sanjaya berkata: Setelah berkata demikian, Arjuna, perebut musuh, menyatakan kepada Krsna, “Govinda, hamba tidak akan bertempur,” lalu diam.<br /><br />Sloka 2.10<br />Wahai putera keluarga Bharata, pada waktu itu, Krsna, yang tersenyum di tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak, bersabda kepada Arjuna yang sedang tergugah oleh rasa sedih.<br /><br />Sloka 2.11<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Sambil berbicara dengan cara yang pandai engkau menyesalkan sesuatu yang tidak patut disesalkan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup maupun untuk yang sudah meninggal.<br /><br />Sloka 2.12<br />Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saat pun Aku, engkau maupun semua raja ini tidak ada, dan pada masa yang akan datang tidak satu pun diantara kita semua akan lenyap.<br /><br />Sloka 2.13<br />Seperti halnya sang roh terkurung didalam badan terus menerus mengalami perpindahan,di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian itu.<br /><br />Sloka 2.14<br />Wahai putera Kunti, suka dan duka muncul untuk sementara dan hilang sesudah beberapa waktu, bagaikan mulai dan berakhirnya musim dingin dan musim panas. Hal-hal itu timbul dari penglihatan indria, dan seseorang harus belajar cara mentolerir hal-hal itu tanpa goyah, wahai putera keluarga Bharata.<br /><br />Sloka 2.15<br />Wahai manusia yang paling baik(Arjuna), orang yang tidak goyah karena suka ataupun duka dan mantap dalam kedua keadaan itu pasti memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan.<br /><br />Sloka 2.16<br />Orang yang melihat kebenaran sudah menarik kesimpulan bahwa apa yang tidak ada (badan jasmani) tidak tahan lama dan yang kekal (sang roh) tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari sifat kedua-duanya.<br /><br />Sloka 2.17<br />Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorang pun dapat membinasakan sang roh yang tidak dapat dimusnahkan itu.<br /><br />Sloka 2.18<br />Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan atau diukur dan bersifat kekal, memiliki badan jasmani yang pasti akan berakhir. Karena itu, bertempurlah, wahai putera keluarga Bharata.<br /><br />Sloka 2.19<br />Orang yang menganggap bahwa makhluk hidup membunuh ataupun makhluk hidup dibunuh tidak memiliki pengetahuan, sebab sang diri tidak membunuh dan tidak dapat dibunuh.<br /><br />Sloka 2.20<br />Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada masa sekarang, dan dia tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh apabila badan dibunuh.<br /><br />Sloka 2.21<br />Wahai Partha, bagaimana mungkin orang yang mengetahui bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak dilahirkan dan tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan seseorang membunuh.<br /><br />Sloka 2.22 <br />Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dan membuka pakaian lama, begitu pula sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tidak berguna.<br /><br />Sloka 2.23<br />Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air, atau dikeringkan oleh angin.<br /><br />Sloka 2.24<br />Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan tidak dapat di larutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada dimana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap sama untuk selamanya.<br /><br />Sloka 2.25<br />Dikatakan bahwa sang roh itu tidak dapat dilihat, tidak dapat dipahami dan tidak dapat diubah. Mengingat kenyataan itu, hendaknya engkau jangan menyesal karena badan.<br /><br />Sloka 2.26<br />Akan tetapi, kalau engkau berfikir bahwa sang roh (gejala-gejala hidup) senantiasa dilahirkan dan selalu mati, toh engkau masih tidak mempunyai alasan untuk menyesal, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.<br /><br />Sloka 2.27<br />Orang yang dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau jangan menyesal.<br /><br />Sloka 2.28<br />Semua makhluk yang diciptakan tidak terwujud pada awalnya, terwujud pada pertengahan, dan sekali lagi tidak terwujud pada waktu dileburkan. Jadi apa yang perlu disesalkan?<br /><br />Sloka 2.29<br />Beberapa orang memandang bahwa sang roh sebagai sesuatu yang mengherankan, beberapa orang menguraikan dia sebagai sesuatu yang mengherangkan, dan beberapa orang mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan juga, sedangkan orang lain tidak dapat mengerti sama sekali tentang sang roh, walaupun mereka sudah mendengar tentang dia.<br /><br />Sloka 2.30<br />O putera keluarga Bharata, dia yang tinggal dalam badan tidak pernah dapat dibunuh. Karena itu, engkau tidak perlu bersedih hati untk makhluk manapun.<br /><br />Sloka 2.31<br />Mengingat tugas kewajibanmu yang khusus sebagai seorang kesatriya, hendaknya engkau mengetahui bahwa tiada kesibukan yang lebih baik untukmu daripada bertempur berdasarkan prinsip-prinsip dharma; karena itu, engkau tidak perlu ragu-ragu.<br /><br />Sloka 2.32<br />Wahai Partha, berbahagialah para kesatriya yang mendapatkan kesempatan untuk bertempur seperti itu tanpa mencarinya – kesempatan yang membuka pintu gerbang planet-planet surga bagi mereka.<br /><br />Sloka 2.33<br />Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan kewajiban dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat melalaikan kewajibanmu, dan dengan demikian kemashyuranmu sebagai kesatria akan hilang.<br /><br />Sloka 2.34<br />Orang akan selalu membicarakan engkau sebagi orang yang hina, dan bagi orang yang terhormat, penghinaan lebih buruk daripada kematian.<br /><br />Sloka 2.35<br />Jendral-jendral besar yang sangat menghargai nama dan kemashyuranmu akan menganggap engkau meninggalkan medan perang karena rasa takut saja, dan dengan demikian mereka akan meremehkan engkau.<br /><br />Sloka 2.36<br />Musuh-musuhmu akan menjuluki engkau dengan banyak kata yang tidak baik dan mengejek kesanggupanmu. Apa yang dapt lebih menyakiti hatimu daripada itu?<br /><br />Sloka 2.37<br />Wahai putera Kunti, engkau akan terbunuh di medan perang dan mencapai planet-planet surga atau engkau akan menang dan menikmati kerajaan di dunia. Karena itu, bangunlah dan bertempur dengan ketabahan hati.<br /><br />Sloka 2.38<br />Bertempurlah demi pertempuran saja, tanpa mempertimbangkan suka atau duka, menang atau kalah – dengan demikian, engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa.<br /><br />Sloka 2.39<br />Sampai sekarang, Aku sudah menguraikan tentang pengetahuan ini kepadamu melalaui pelajaran analisis. Sekarang, dengarkanlah penjelasanKu tentang hal ini menurut cara bekerja tanpa menharapkan hasil atau pahala. Wahai putera Prtha, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu engkau dapat membebaskan diri dari ikatan pekerjaan.<br /><br />Sloka 2.40<br />Dalam usaha ini tidak ada kerugian ataupun pengurangan, dan sedikitpun kemajuan dalam menempuh jalan ini dapat melindungi seseorang terhadap rasa takut yang paling berbahaya.<br /><br />Sloka 2.41<br />Orang yang menempuh jalan ini bertabah hati dengan mantap, dan tujuan mereka satu saja. Wahai putera kesayangan para Kuru, Kecerdasan orang yang tidak bertabah hati mempunyai banyak cabang.<br /><br />Sloka 2.42-43<br />Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat pada kata-kata kiasan dari Veda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan , dsb. Mereka menginginkan kepuasan indria-indria dan kehidupan yang mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatupun yang lebih tinggi dari ini, wahai putera Prtha.<br /><br />Sloka 2.44<br />Ketabahan hati yang mantap untuk ber-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah timbul di dalam pikiran orang yang terlalu terikat pada kenikmatan indria-indria dan kekayaan material.<br /><br />Sloka 2.45<br />Veda sebagian besar menyagkut tiga sifat alam. Wahai Arjuna, lampauilah tiga sifat alam itu. Bebaskanlah dirimu dari segala hal yang relatif dan segala kecemasan untuk keuntungan dan keselamatan dan jadilah mantap dalam sang diri.<br /><br />Sloka 2.46<br />Segala tujuan yang dipenuhi oleh sumur kecil dapat segera dipenuhi oleh sumber air yang besar. Begitu pula, segala tujuan Veda dapat segera dipenuhi bagi orang yang mengetahui maksud dasar Veda itu.<br /><br />Sloka 2.47<br />Engkau berhak melalukan tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas hasil perbuatan. Jangan menganggap dirimu penyebab hasil kegiatanmu, dan jangan terikat pada kebiasaan tidak melakukan kewajibanmu.<br /><br />Sloka 2.48<br />Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap seimbang seperti itu disebut yoga.<br /><br />Sloka 2.49<br />Wahai Dhananjaya, jauhilah segala kegiatan yang menjijikkan melalui bhakti dan dengan kesadaran seperti tiu serahkanlah dirimu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang pelit.<br /><br />Sloka 2.50<br />Orang yang menekuni bhakti membebaskan dirinya dari perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu, berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan.<br /><br />Sloka 2.51<br />Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, resi-resi yang mulai dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan diluar segala kesengsaraan (dengan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa)<br /><br />Sloka 2.52<br />Bila kecerdasanmu sudah keluar dari hutan khayalan yang lebat, engkau akan acuh terhadap segala sesuatu yang sudah didengar dan segala sesuatu yang akan didengar.<br /><br />Sloka 2.53<br />Bila pikiranmu tidak goyah lagi karena bahasa kiasan Veda, dan pikiran mantap dalam semadi keinsafan diri, maka engkau sudah mencapai kesadaran rohani.<br /><br />Sloka 2.54<br />Arjuna berkata, O Krsna, bagaimanakah ciri-ciri orang yang kesadarannya sudah khusuk dalam kerohanian seperti tiu? Bagaimana cara bicaranya serta bagaimana bahasanya? Dan bagaimana ia duduk dan bagaimana ia berjalan?<br /><br />Sloka 2.55<br />Kepribadian Tuhan yang Maha Esa bersabda: O Partha, bila seseorang meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, yang muncul dari tafsiran pikiran, dan bila pikirannya sudah disucikan dengan cara seperti itu hanya puas dalam sang diri, dikatakan ia sudah berada dalam kesadaran rohani yang murni.<br /><br />Sloka 2.56<br />Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan ditengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan marah, disebut resi yang mantap dalam pikirannya.<br /><br />Sloka 2.57<br />Di dunia material, orang yang tidak dipengaruhi oleh hal yang baik dan hal yang buruk yang diperolehnya, dan tidak memuji maupun mengejeknya, sudah mantap dengan teguh dalam pengetahuan yang sempurna<br /><br />Sloka 2.58<br />Orang yang dapat menarik indria-indrianya dari obyek-obyek indria, bagaikan kura-kura yang menarik kakinya kedalam cangkangnya , mantap dengan teguh dalam kesdaran yang sempurna.<br /><br />Sloka 2.59<br />Barangkali kepuasan indria-indria sang roh yang berada dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indria tetap ada. Tetapi bila ia menghentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami rasa yang lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap.<br /><br />Sloka 2.60<br />Wahai Arjuna, alangkah kuat dan bergeloranya indria-indria sehingga pikiran orang bijaksana yang sedang berusaha untuk mengendalikan indria-indrianya pun dibawa lari dengan paksa oleh indria-indria itu.<br /><br />Sloka 2.61<br />Orang yang mengekang dan mengendalikan indria-indria sepenuhnya dan memusatkan kesdarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap.<br /><br />Sloka 2.62<br />Selama seseorang merenungkan obyek-obyek indria-indria, ikatan terhadap obyek-obyek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu berkembanglah hawa nafsu, dan dari hawa nafsu timbullah amarah.<br /><br />Sloka 2.63<br />Dari amarah timbullah khayalan yang lengkap, dari khayalan menyebabkan ingatan bingung, Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang, bila kecerdasan hilang, seseorang jatuh lagi kedalam lautan material.<br /><br />Sloka 2.64<br />Tetapi orang yang sudah bebas dari segala ikatan dan rasa tidak suka serta sanggup mengendalikan indria-indria melalui prinsip-prinsip kebebasan yang teratur dapat memperoleh karuina sepenuhnya dari Tuhan.<br /><br />Sloka 2.65<br />Tiga jenis kesengsaraan kehidupan material tidak ada lagi pada orang yang puas seperti itu (dalam kesadaran Krsna): dengan kesadaran yang puas seperti itu, kecerdasan seseorang mantap dalam waktu singkat.<br /><br />Sloka 2.66<br />Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan Ynag Maha Kuasa (dalam kesadaran Krsna) tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap tidak mungkain ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada kebahagiaan.<br /><br />Sloka 2.67<br />Seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja diantara indria-indria yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran. <br /><br />Sloka 2.68<br />Karena itu, orang yang indria-indrianya terkekang dari obyek-obyeknya pasti mempunyai kecerdasan yang mantap, wahai yang berlengan perkasa.<br /><br />Sloka 2.69<br />Malam hari bagi semua makhluk adalah waktu sadar bagi orang yang mengendalikan diri, dan waktu sadar bagi semua makhluk adalah malam hari bagi resi yang mawas diri.<br /><br />Sloka 2.70<br />Hanya orang yang tidak terganggu oleh arus keinginan yang mengalir terus menerus yang masuk bagaikan sungai-sungai ke dalam lautan, yang senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang, dapat mencapai kedamaian. Bukan orang yang berusaha memuaskan keinginan itu yang dapat mencapai kedamaian.<br /><br />Sloka 2.71<br />Hanya orang yang sudah meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, hidup bebas dari keinginan, sudah meninggalkan segala rasa ingin memiliki sesuatu dan bebas dari keakuan palsu dapat mencapai kedamaian yang sejati.<br /><br />Sloka 2.72<br />Itulah cara hidup yang suci dan rohani. Sesudah mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibingungkan. Kalau seseorang mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk ke kerajaan Tuhan.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-86894040356518851262009-08-16T19:13:00.006+07:002011-09-20T18:35:23.189+07:00Bhagavad-Gita 3&4KARMA – YOGA<br /><br />Sloka 3.1<br />Arjuna berkata, O Janarddana, o Kesava, mengapa Anda ingin supaya hamba menjadi sibuk dalam perang yang mengerikan ini, kalau Anda menganggap kecerdasan lebih baik daripada pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil.<br /><br />Sloka 3.2<br />Kecerdasan hamba dibingungkan oleh pelajaran Anda mengandung dua arti. Karena itu, mohon beritahukan kepada hamba dengan pasti mana yang paling bermanfaat untuk hamba.<br /><br />Sloka 3.3<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: O Arjuna yang tidak berdosa, Aku sudah menjelaskan bahwa ada dua golongan menusia yang berusaha menginsafi sang diri. Beberapa orang berminat mengerti tentang hal itu melalui angan-angan filsafat berdasarkan percobaan, sedangkan orang yang lain berusaha mengerti tentang hal itu melalui bhakti.<br /><br />Sloka 3.4<br />Bukan hanya dengan menghindari pekerjaan seseorang dapat mencapai pembebasan dari reaksi, dan bukan hanya dengan melepaskan ikatan saja seseorang dapat mencapai kesempurnaan.<br /><span class="fullpost"><br />Sloka 3.5<br />Semua orang dipaksakan bekerja tanpa berdaya menurut sifat-sifat yang telah diperolehnya dari sifat-sifat alam material; karena itu, tiada seorang pun yang dapat menghindari berbuat sesuatu, bahkan selama sesaatpun.<br /><br />Sloka 3.6<br />Orang yang mengekang indria-indria yang bekerja tetapi pikirannya merenungkan obyek-obyek indria pasti menipu dirinya sendiri dan disebut orang yang berpura-pura.<br /><br />Sloka 3.7<br />Di pihak lain, kalau orang yang tulus ikhlas berusaha mengendalikan indria-indria yang giat dengan pikiran dan mulai melakukan karma yoga (dalam kesadaran Krsna), ia jauh lebih maju.<br /><br />Sloka 3.8<br />Lakukanlah tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan, sebab melakukan hal demikian lebih baik daripada tidak bekerja. Seseorang bahkan tidak dapat memelihara badan jasmaninya tanpa bekerja.<br /><br />Sloka 3.9<br />Pekerjaan yang dilakukan sebagai korban suci untuk Visnu harus dilakukan. Kalau tidak, pekerjaan mengakibatkan ikatan di dunia material ini. Karena itu, lakukanlah tugas-kewajibanmu yang telah ditetapkan guna memuaskan Beliau, wahai putera Kunti. Dengan cara demikian, engkau akan selalu bebas dari ikatan.<br /><br />Sloka 3.10<br />Pada awal ciptaan, Penguasa semua makhluk mengirim generasi-generasi manusia dan dewa, beserta korban-korban suci untuk Visnu, dan memberkahi mereka dengan bersabda: Berbahagialah engkau dengan yajna (korban suci) ini sebab pelaksanaannya akan menganugerahkan segala sesuatu yang dapat diinginkan untuk hidup secara bahagia dan mencapai pembebasan.<br /><br />Sloka 3.11<br />Para dewa, sesudah dipuaskan dengan korban suci, juga akan memuaskan engkau. Dengan demikian, melalui kerjasama antara manusia dengan para dewa, kemakmuran akan berkuasa bagi semua.<br /><br />Sloka 3.12<br />Para dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup. Bila para dewa dipuaskan dengan pelaksanaan yajna (korban suci), mereka akan menyediakan segala kebutuhan untukmu. Tetapi orang yang menikmati berkat-berkat itu tanpa mempersembahkannya kepada para dewa sebagai balasan pasti adalah pencuri.<br /><br />Sloka 3.13<br />Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.<br /><br />Sloka 3.14<br />Semua badan yang bernyawa hidup dengan cara makan biji-bijian, yang dihasilkan dari hujan. Hujan dihasilkan oleh pelaksanaan yajna (korban suci) dan yajna dilahirkan dari tugas kewajiban yang sudah ditetapkan.<br /><br />Sloka 3.15<br />Kegiatan yang teratur dianjurkan di dalam Veda dan Veda diwujudkan secara langsung dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, yang melampaui hal-hal duniawi dan berada dimana-mana untuk selamanya dalam perbuatan korban suci.<br /><br />Sloka 3.16<br />Arjuna yang baik hati, orang yang tidak mengikuti sistem korban suci tersebut yang ditetapkan dalam Veda pasti hidup dengan cara yang penuh dosa. Sia-sialah kehidupan orang seperti itu yang hanya hidup untuk memuaskan indria-indria.<br /><br />Sloka 3.17<br />Tetapi orang yang bersenang hati di dalam sang diri, yang hidup sebagai manusia demi keinsafan diri, dan berpuas hati di dalam sang diri saja puas sepenuhnya – bagi orang tersebut tidak ada tugas kewajiban.<br /><br />Sloka 3.18<br />Orang yang sudah insaf akan dirinya tidak mempunyai maksud untuk dipenuhi dalam pelaksanaan tugas-tugas kewajibannya, dan dia juga tidak mempunyai alasan untuk tidak melaksanakan pekerjaan seperti itu. Dia juga tidak perlu bergantung pada makhluk hidup manapun.<br /><br />Sloka 3.19<br />Karena itu hendaknya seseorang bertindak karena kewajiban tanpa terikat terhadap hasil kegiatan, sebab dengan bekerja tanpa ikatan terhadap hasil seseorang sampai kepada Yang Mahakuasa.<br /><br />Sloka 3.20<br />Raja-raja yang seperti Janaka mencapai kesempurnaan hanya dengan pelaksanaan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan. Karena itu, untuk mendidik rakyat umum, hendaknya engkau melakukan pekerjaanmu.<br /><br />Sloka 3.21<br />Perbuatan apapun yang dilakukan orang besar, akan diikuti oleh orang awam. Standar apapun yang ditetapkan dengan perbuatannya sebagai teladan, diikuti oleh seluruh dunia.<br /><br />Sloka 3.22<br />Wahai putera Prtha, tidak ada pekerjaan yang ditetapkan bagi-Ku dalam seluruh tiga susunan planet. Aku juga tidak kekurangan apapun dan Aku tidak perlu memperoleh sesuatu, namun Aku sibuk melakukan tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan.<br /><br />Sloka 3.23<br />Sebab kalau Aku pernah gagal menekuni pelaksanaan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan dengan teliti, tentu saja semua orang akan mengikuti jalan-Ku, wahai putera Partha.<br /><br />Sloka 3.24<br />Kalau Aku tidak melakukan tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan, maka semua dunia ini akan hancur. Kalau Aku berbuat demikian, berarti Aku menyebabkan penduduk yang tidak diinginkan diciptakan, dan dengan demikian Aku menghancurkan kedamaian semua makhluk hidup.<br /><br />Sloka 3.25<br />Seperti halnya orang bodoh melakukan tugas-tugas kewajibannya dengan ikatan terhadap hasil, begitu pula orang bijaksana dapat bertindak dengan cara yang serupa, tetapi tanpa ikatan, dengan tujuan memimpin rakyat dalam menempuh jalan yang benar.<br /><br />Sloka 3.26<br />Agar tidak mengacaukan pikiran orang bodoh yang terikat terhadap hasil atau pahala dari tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan, hendaknya orang bijaksana jangan menyuruh mereka berhenti bekerja. Melainkan, sebaiknya ia bekerja dengan semangat bhakti dan menjadikan mereka sibuk dalam segala jenis kegiatan (untuk berangsur-angsur mengembangkan kesadaran Krsna).<br /><br />Sloka 3. 27<br />Sang roh yang dibingungkan oleh keakuan palsu menganggap dirinya pelaku kegiatan yang sebenarnya dilakukan oleh tiga sifat alam material.<br /><br />Sloka 3.28<br />Orang yang memiliki pengetahuan tentang Kebenaran Mutlak tidak menjadi sibuk dalam indria-indria dan kepuasan indria-indria, sebab ia mengetahui dengan baik perbedaan antara pekerjaan dalam bhakti dan pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, wahai yang berlengan perkasa.<br /><br />Sloka 3.29<br />Oleh karena orang bodoh dibungungkan oleh sifat-sifat alam material, maka mereka sepenuhnya menekuni kegiatan material hingga menjadi terikat. Tetapi sebaiknya orang bijaksana jangan menggoyahnkan mereka, walaupun tugas-tugas tersebut lebih rendah karena yang melakukan tugas-tugas itu kekurangan pengetahuan.<br /><br />Sloka 3.30<br />O Arjuna, karena itu, dengan menyerahkan segala pekerjaanmu kepada_Ku, dengan pengetahuan sepenuhnya tentang-Ku, bebas dari keinginan untuk keuntungan, tanpa tuntutan hak milik, dan bebas dari sifat malas, bertempurlah.<br /><br />Sloka 3.31<br />Orang yang melakukan tugas-tugas kewajibannya menurut perintah-perintah_Ku dan mengikuti ajaran ini dengan setia, bebas dari rasa iri, dibebaskan dari iakatan perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil.<br /><br />Sloka 3.32<br />Tetapi orang yang tidak mengikuti ajaran ini secara teratur karena rasa iri dianggap kehilangan segala pengetahuan, dijadikan bodoh, dan dihancurkan dalam usahanya untuk mencari kesempurnaan.<br /><br />Sloka 3.33<br />Orang yang berpengetahuan bertindak menurut sifatnya sendiri, sebab semua orang mengikuti sifat yang telah diperolehnya dari tiga sifat alam. Karena itu apa yang dapat dicapai dengan pengekangan.<br /><br />Sloka 3.34<br />Ada prinsip-prinsip untuk mengatur ikatan dan rasa tidak suka berhubungan dengan indria-indria dan obyek-obyeknya. Hendaknya seseorang jangan dikuasai oleh ikatan dan rasa tidak suka seperti itu, sebab hal-hal itu merupakan batu-batu rintangan pada jalan menuju keinsafan diri.<br /><br />Sloka 3.35<br />Jauh lebih baik melaksanakan tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan untuk diri kita, walaupun kita berbuat kesalahan dalam tugas-tugas itu, daripada melakukan tugas kewajiban orang lain secara sempurna. Kemusnahan sambil melaksanakan tugas kewajiban sendiri lebih baik daripada menekuni tugas kewajiban orang lain, sebab mengikuti jalan orang lain berbahaya.<br /><br />Sloka 3.36<br />Arjuna berkata: Apa yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang berdosa, walaupun dia tidak menginginkan demikian, seolah-olah dia dipaksakan untuk berbuat begitu?<br /><br />Sloka 3.37<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai Arjuna, hanya hawa nafsu saja, yang dilahirkan dari hubungan dengan sifat nafsu material dan diubah menjadi amarah, yang menjadi musuh dunia ini. Musuh itu penuh dosa dan menelan segala sesuatu.<br /><br />Sloka 3.38<br />Seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu pula, makhluk hidup ditutupi oleh berbagai tingakat hawa nafsu ini.<br /><br />Sloka 3.39<br />Seperti itulah kesadaran murni makhluk hidup yang bijaksana ditutupi oleh musuhnya yang kekal dalam bentuk nafsu, yang tidak pernah puas dan membakar bagaikan api.<br /><br />Sloka 3.40<br />Indria-indria, pikiran dan kecerdasan adalah tempat duduk hawa nafsu tersebut. Melalui indria-indria, pikiran dan kecerdasan hawa nafsu menutupi pengetahuan sejati makhluk hidup dan membingungkannya.<br /><br />Sloka 3.41<br />Wahai Arjuna, yang paling baik diantara para Bharata, karena itu, pada awal sekali batasilah lambang dosa yang besar ini (hawa nafsu) dengan mengatur indria-indria, dan bunuhlah pembinasa pengetahuan dan keinsafan diri ini.<br /><br />Sloka 3.42<br />Indria-indria yang bekerja lebih halus daripada alam yang bersifat mati; pikiran lebih halus daripada indria-indria; kecerdasan lebih halus daripada pikiran; dan dia (sang roh) lebih halus lagi daripada kecerdasan.<br /><br />Sloka 3.43<br />Dengan mengetahui dirinya melampaui indria-indria material, pikiran dan kecerdasan, hendaknya seseorang memantapkan pikiran dengan kecerdasan rohani yang bertabah hati (kesadaran Krsna), dan dengan demikian-melalui kekuatan rohani, mengalahkan hawa nafsu, musuh yang tidak pernah puas, wahai Arjuna yang berlengan perkasa<br /><br />BAB EMPAT<br />PENGETAHUAN ROHANI<br /><br />Sloka 4.1<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krsna, bersabda: Aku telah menjarkan Ilmu pengetahuan yoga ini yang tidak dapat dimusnahkan kepada dewa matahari, Vivasvan, kemudian Vivasvan mengajarkan Ilmu pengetahuan ini kepada Manu, ayah manusia, kemudian Manu mengajarkan Ilmu pengetahuan itu kepada Iksvaku.<br /><br />Sloka 4.2<br />Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti Ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapi sesudah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus; karena itu, rupanya Ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang.<br /><br />Sloka 4.3<br />Ilmu pengetahuan yang abadi tersebut mengenai hubungan dengan Yang Mahakuasa hari ini Kusampaikan kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawan_Ku; karena itulah engkau dapat mengerti rahasia rohani Ilmu pengetahuan ini.<br /><br />Sloka 4.4<br />Arjuna berkata: Vivasvan, dewa matahari, lebih tua daripada Anda menurut kelahiran. Bagaimana hamba dapat mengerti bahwa pada awal Anda mengajarkan Ilmu pengetahuan ini kepada beliau.<br /><br />Sloka 4.5<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Engkau dan Aku sudah dilahirkan berulang kali. Aku dapat ingat segala kelahiran itu, tetapi engkau tidak dapat ingat wahai penakluk musuh.<br /><br />Sloka 4.6<br />Walapun Aku tidak dilahirkan dan badan rohani-Ku tidak pernah merosot, dan walaupun Aku Penguasa semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk rohani-Ku yang asli.<br /><br />Sloka 4.7<br />Kapan pun dan dimana pun pelaksanaan dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela – pada waktu itulah Aku sendiri menjelma, wahai putera keluarga Bharata.<br /><br />Sloka 4.8<br />Untuk menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma, Aku sendiri muncul pada setiap jaman.<br /><br />Sloka 4.9<br />Orang yang mengenal sifat rohani kelahiran dan kegiatan-Ku tidak dilahirkan lagi di dunia material ini setelah meninggalkan badan, melainkan ia mencapai tempat tinggal-Ku yang kekal, wahai Arjuna.<br /><br />Sloka 4.10<br />Banyak orang pada masa lampau disucikan oleh pengetahuan tentang-Ku dengan dibebaskan dari ikatan, rasa takut dan amarah, khusuk sepenuhnya berpikir tentang-Ku dan berlindung kepada-Ku – dan dengan demikian mereka semua mencapai cinta-bhakti rohani kepada-Ku.<br /><br />Sloka 4.11<br />Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugerahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, wahai putera Prtha.<br /><br />Sloka 4.12<br />Orang di dunia ini menginginkan sukses dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; karena itu, mereka menyembah para dewa. Tentu saja , manusia cepat mendapat hasil dari pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil di dunia ini.<br /><br />Sloka 4.13<br />Menurut tiga sifat alam dan pekerjaan yang ada hubungannya dengan sifat-sifat itu, empat bagian masyarakat manusia diciptakan oleh-Ku. Walaupun Akulah yang menciptakan sistem ini, hendaknya engkau mengetahui bahwa Aku tetap sebagai yang tidak berbuat, karena Aku tidak dapat diubah.<br /><br />Sloka 4.14<br />Tidak ada pekerjaan yang mempengaruhi diri-Ku; Aku juga tidak bercita-cita mendapat hasil dari perbuatan. Orang yang mengerti kenyataan ini tentang diri-Ku juga tidak akan terikat dalam reaksi-reaksi hasil pekerjaan.<br /><br />Sloka 4.15<br />Semua orang yang sudah mencapai pembebasan pada jaman purbakala bertindak dengan pengertian tersebut tentang sifat rohani-Ku. Karena itu, sebaiknya engkau melaksanakan tugas kewajibanmu dengan mengikuti langkah-langkah mereka.<br /><br />Sloka 4.16<br />Orang cerdaspun bingung dalam menentukan apa itu perbuatan dan apa arti tidak melakukan perbuatan. Sekarang Aku akan menjelaskan kepadamu apa arti perbuatan, dan setelah mengetahui tentang hal ini engkau akan dibebaskan dari segala nasib yang malang.<br /><br />Sloka 4.17<br />Seluk beluk perbuatan sulit sekali dimengerti. Karena itu, hendaknya seseorang mengetahui dengan sebenarnya apa arti perbuatan, apa arti perbuatan yang terlarang, dan apa arti tidak melakukan perbuatan.<br /><br />Sloka 4.18<br />Orang yang melihat keadaan tidak melakukan perbuatan dalam perbuatan, dan perbuatan dalam keadaan tidak melakukan perbuatan, adalah orang yang cerdas dalam masyarakat manusia. Dia berada dalam kedudukan rohani, walaupun ia sibuk dalam segala jenis kegiatan.<br /><br />Sloka 4.19<br />Dimengerti bahwa seseorang memiliki pengetahuan sepenuhnya kalau setiap usahanya bebas dari keinginan untuk kepuasan indria-indria. Para resi mengatakan bahwa reaksi pekerjaan orang yang bekerja seperti itu sudah dibakar oleh api pengetahuan yang sempurna.<br /><br />Sloka 4.20<br />Dengan melepaskan segala ikatan terhadap segala hasil kegiatannya, selalu puas dan bebas, dia tidak melakukan perbuatan apapun yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, walaupun ia sibuk dalam segala jenis usaha.<br /><br />Sloka 4.21<br />Orang yang mengerti bertindak dengan pikiran dan kecerdasan dikendalikan secara sempurna. Ia meninggalkan segala rasa memiliki harta bendanya dan hanya bertindak untuk kebutuhan dasar hidup. Bekerja dengan cara seperti itu, ia tidak dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa.<br /><br />Sloka 4.22<br />Orang yang puas dengan keuntungan yang datang dengan sendirinya, bebas dari hal-hal relatif, tidak iri hati, dan mantap baik dalam sukses maupun kegagalan, tidak pernah terikat, walaupun ia melakukan perbuatan.<br /><br />Sloka 4.23<br />Pekerjaan orang yang tidak terikat kepada sifat-sifat alam material dan mantap sepenuhnya dalam pengetahuan rohani menunggal sepenuhnya ke dalam kerohanian.<br /><br />Sloka 4.24<br />Orang yang tekun sepenuhnya dalam kesadaran Krsna pasti akan mencapai kerajaan rohani karena dia sudah menyumbang sepenuhnya kepada kegiatan rohani. Dalam kegiatan rohani tersebut penyempurnaan bersifat mutlak dan apa yang dipersembahkan juga mempunyai sifat rohani yang sama.<br /><br />Sloka 4.25<br />Beberapa yogi menyembah para dewa yang sempurna dengan cara menghaturkan berbagai jenis korban suci kepada mereka, dan beberapa diantaranya mempersembahkan korban-korban suci dalam api Brahman Yang Paling Utama.<br /><br />Sloka 4.26<br />Beberapa orang (para brahmacari yang tidak ternoda) mengorbankan proses mendengar dan indria-indria di dalam api pengendalian pikiran, dan orang lain (orang yang berumah tangga yang teratur) mengorbankan obyek-obyek indria ke dalam api indria-indria.<br /><br />Sloka 4.27<br />Orang lain, yang berminat mencapai keinsafan diri dengan cara mengendalikan pikiran dan indria-indria, mempersembahkan fungsi-fungsi semua indria, dan nafas kehidupan, sebagai persembahan ke dalam api pikiran yang terkendalikan.<br /><br />Sloka 4.28<br />Setelah bersumpah dengan tegas, beberapa diantara mereka dibebaskan dari kebodohan dengan cara mengorbankan harta bendanya, sedangkan orang lain dengan melakukan pertapaan yang keras dengan berlatih yoga kebatinan terdiri dari delapan bagian, atau dengan mempelajari Veda untuk maju dalam pengetahuan rohani.<br /><br />Sloka 4.29<br />Ada orang lain yang tertarik pada proses menahan nafas agar tetap dalam semadi. Mereka berlatih dengan mempersembahkan gerak nafas keluar ke dalam nafas yang masuk, dan nafas yang masuk ke dalam nafas yang keluar, dan dengan demikian akhirnya mereka mantap dalam semdai, dengan menghentikan nafas sama sekali. Orang lain membatasi proses makan , dan mempersebahkan nafas keluar kedalam nafas yang keluar sebagai korban suci.<br /><br />Sloka 4.30<br />Semua pelaksana kegiatan tersebut yang mengetahui arti korban suci disucikan dari reaksi-reaksi dosa, dan sesudah merasakan rasa manis yang kekal hasil korban-korban suci, mereka maju menuju alam kekal yang paling utama.<br /><br />Sloka 4.31<br />Wahai yang paling baik dari keluarga besar Kuru, tanpa korban suci seseorang tidak pernah dapat hidup dengan bahagia baik di planet ini maupun dalam hidup ini: Kalau demikian bagaimana tentang penjelmaan yang akan datang.<br /><br />Sloka 4.32<br />Segala jenis korban suci tersebut dibenarkan dalam Veda, dan semuanya dilahirkan dari berbagai jenis pekerjaan. Dengan mengetahui jenis-jenis korban suci tersebut dengan cara seperti itu, engkau akan mencapai pembebasan.<br /><br />Sloka 4.33<br />Wahai penakluk musuh, korban suci yang dilakukan dengan pengetahuan lebih baik dari pada hanya mengorbankan harta benda material. Wahai putera Prtha, bagaimanapun, maka segala korban suci yang terdiri dari pekerjaan memuncak dalam pengetahuan rohani.<br /><br />Sloka 4.34<br />Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu.<br /><br />Sloka 4.35<br />Setelah memperolah pengetahuan yang sejati dari orang yang sudah insaf akan dirinya, engkau tidak akan pernah jatuh ke dalam khayalan seperti ini, sebab dengan pengetahuan ini engakau dapat melihat bahwa semua makhluk hidup tidak lain daripada bagian Yang Mahakuasa, atau dengan kata lain, bahwa mereka milik-Ku.<br /><br />Sloka 4.36<br />Walaupun engkau dianggap sebagai orang yang paling berdosa diantara semua orang yang berdosa, namun apabila engkau berada didalam kapal pengetahuan rohani, engkau akan dapat menyeberangi lautan kesengsaraan.<br /><br />Sloka 4.37<br />Seperti halnya api yang berkobar mengubah kayu bakar menjadi abu, begitu pula api pengetahuan membakar segala reaksi dari kegiatan material hingga menjadi abu, wahai Arjuna.<br /><br />Sloka 4.38<br />Di dunia ini, tiada sesuatupun yang semulia dan sesuci pengetahuan yang melampaui hal-hal duniawi. Pengetahuan seperti itu adalah buah matang dari segala kebatinan. Orang yang sudah ahli dalam latihan bhakti menikmati pengetahuan ini dalam dirinya sesudah beberapa waktu.<br /><br />Sloka 4.39<br />Orang setia yang sudah menyerahkan diri kepada pengetahuan yang melampaui hal-hal duniawi dan menaklukkan indria-indrianya memenuhi syarat untuk mencapai pengetahuan seperti itu, dan setelah mencapai pengetahuan itu, dengan cepat sekali ia mencapai kedamaian rohani yang paling utama.<br /><br />Sloka 4.40<br />Tetapi orang yang bodoh dan tidak percaya yang ragu-ragu tentang Kitab-kitab suci yang diwahyukan, tidak akan mencapai kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa; melainkan mereka jatuh. Tidak ada kebahagiaan bagi orang yang ragu-ragu, baik di dunia ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang.<br /><br />Sloka 4.41<br />Orang yang bertindak dalam bhakti, dan melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatannya, dan keragu-raguannya sudah dibinasakan oleh pengetahuan rohani sungguh-sungguh mantap dalam sang diri. Dengan demikian, ia tidak diikat oleh reaksi pekerjaan, wahai perebut kekayaan.<br /><br />Sloka 4.42<br />Karena itu, keragu-raguan yang telah timbul dalam hatimu karena kebodohan harus dipotong dengan senjata pengetahuan. Wahai Bharata, dengan bersenjatakan yoga, bangunlah dan bertempur.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-42323117057258917992009-08-10T19:12:00.006+07:002011-09-20T18:38:52.955+07:00Si Timun MasPak tani dan istrinya tinggal di suatu desa di dekat hutan. Setiap hari mereka bekerja keras mengolah tanah. Hidup mereka mereka berkecukupan. Namun, mereka merasa sedih karena belum dikaruniai anak. Setiap hari mereka berdoa agar dikaruniai anak.<br /><br />Raksasa sakti dan buas mendengar doa kedua suami istri itu. Raksasa itu bersedia membantu Pak Tani dan Bu Tani. Akan tetapi, dengan syarat jika anak yang lahir perempuan, mereka harus menyerahkan anaknya pada raksasa itu. Pak Tani dan Bu Tani menyetujui syarat yang diajakun oleh raksasa itu.<br /><span class="fullpost"><br /><br />setahun kemudian istri petani itu melahirkan anak perempuan. Bayi itu diberi nama Timun Emas. Setelah dewasa Timun Emas tumbuh menjadi gadis yang cantik.<br /><br />Pada suatu hari raksasa datang menagih janji. Ibu Timun Emas sedih. Ia tak tega menyerahkan putrinya pada raksasa jahat itu. Timun Emas anak yang baik. Ia kasihan melihat ibunya. Ia pun rela menyerahkan dirinya pada raksasa itu.<br /><br />Sebelum pergi Timun Emas dibekali oleh ibunya biji mentimun, duri, garam, dan terasi. Benda-benda itu berubah menjadi hutan mentimun, hutan duri, dan laut.<br /><br />Timun Emas putus asa, ia makin gemetar ketakutan. Bekal dari ibunya tinggal terasi. Ketika raksasa itu makin mendekat, dilemparnya terasi itu. Seketika tempat itu berubah menjadi lumpur. Raksasa tidak dapat melewati lumpur itu. Tidak lama kemudian raksasa itu mati tenggelam di dalam lumpur.<br /><br />Timun Emas selamat, lalu ia kembali berjalan menuju rumah ayah dan ibunya. Akhirnya, keluarga itu pun berkumpul kembali dan hidup bahagia.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-28898173457098367092009-08-07T19:14:00.017+07:002011-09-20T18:39:33.696+07:00Mengelompokkan Hari Raya keagamaan HinduHari raya keagamaan Hindu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu yang dirayakan berdasarkan wuku (pawukon) datangnya setiap enam bulan sekali, dan yang dirayakan berdasarkan sasih datangnya setiap satu tahun sekali. Hari raya yang berdasarkan wuku antara lain : <br /><br />- Hari Raya Saraswati <br />- Hari Raya Pagerwesi <br />- Hari Raya Galungan <br />- Hari Raya Kuningan <br /><br />hari raya yang berdasarkan sasih antara lain : <br /><br />- Hari Raya Siwaratri <br />- Hari Raya Nyepi <br /><span class="fullpost"><br />Agar lebih jelas mari kita bicarakan satu persatu hari raya tersebut.<br /><br />1. Hari Raya Saraswati <br /><br />Dewi Saraswati sakti dari Dewa Brahma. Dewi Saraswati adalah Dewi ilmu pengetahuan. Agar kita dianugrahi ilmu pengetahuan, maka umat Hindu memuja Dewi Saraswati. Pemujaan itu dilakukan pada hari raya Saraswati. <br /><br />Hari raya Saraswati diperingati setiap enam bulan sekali, yaitu setiap Saniscara Umanis Watugunung. Kegiatan yang dilakukan pada hari Sarasmati, yaitu: <br /><br />a. Sembahyang di padmasana sekolah bagi para siswa. <br /><br />b. Mengumpulkan buku-buku dan lontar di tempat yang suci dan bersih lalu diberi sesajen yang disebut Banten Saraswati.<br /><br />c. Melakukan Sambang Semadi, yaitu begadang semalam suntuk dengan membaca kitab-kitab sastra. Kegiatan ini biasanya dilakukan di suatu pura pada malam hari.<br /><br />d. Keesokan harinya disebut Banyu Pinaruh. Umat Hindu pergi ke laut untuk mandi dan melukat memohon Panugrahan ke hadapan Sang Hyang Aji Saraswati.<br /><br />Demikianlah perayaan hari raya Saraswati. Umat Hindu merayakannya dengan khidmat. Pagi-pagi para siswa sudah berpakaian rapi dan sopan (kalau di Bali berpakaian adat Bali) menuju sekolahnya masing-masing dengan membawa perlengkapan persembahyangan seperti bunga, kwangen, tempat tirta, dan dupa yang ditempatkan dalam satu wadah yang disebut bokor. Para siswa melakukan persembahyangan dengan tujuang memohon ke hadapan Sang Hyang Aji Saraswati agar diberikan anugrah ilmu pengetahuan serta tuntunan agar selalu dapat berbuat yang baik dan benar.<br /><br />2. Hari Raya Pagerwesi<br />Pernahkah kamu mendengar orang menyebut Hyang Paremesti Guru? sebutan itu ditujukan kepada Dewa Siwa yang berfungsi sebagai gurunya alam semesta. Dewa Siwa sebagai maha guru alam semesta dipuja pada hari raya Pagerwesi. <br /><br />Hari raya Pagerwesi jatuh setiap hari Rabu Kliwon Wuku Shinta, setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali. Pemujaan ke hadapan Sang Hyang Paramesti Guru biasanva dikakukan di tempat suci masing-masing rumah tangga yang disebut Sanggah atau Merajan dan juga dilakukan dipura. Pada hari raya ini dibuatlah sesajen sesuai dengan kemampuan kemudian dihaturkan di merajan dan pura dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan. <br /><br />Persembahyangan pada hari raya Pagerwesi ditujukan kehadapan Dewa Siwa sebagai Hyang Paramesti Guru agar kita dianugrahi tuntunan dan keselamatan. Rangkaian hari raya sebelum hari raya Pagerwesi adalah hari Somo Ribek yang jatuh pada hari senin Pon Wuku Sinta.<br /><br />Pemujaan pada hari ini ditujukan ke hadapan Sang Hyang Widhi adar dianugrahi kesejahteraan. Selanjutnya pada hari Selasa Wage Wuku Sinta disebut hari Sabuh Mas. Pemujaan ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi untuk memohon kesejahteraan agar semua umat Hindu hidup tentram dan sejahtera.<br /><br />3. Hari Raya Galungan<br />Penjor itu dibuat dalam rangka upacara bagi umat Hindu, misalnya pada upacara piodalan di pura atau pada waktu hari raya Galungan. Ada juga penjor untuk hiasan dalam rangka perlombaan, seperti lomba desa pakraman atau seka teruna-teruni di Bali. Penjor demikian disebut penjor hiasan yang isinya tidak lengkap, seperti penjor yang digunakan pada suatu upacara atau hari raya Galungan.<br /><br />Jika penjor yang dibuat dalam rangka hari raya, khususnya hari raya Galungan isinya lengkap, yaitu plawa dari unsur daunh kelapa, pisang, tebu dari unsur buah, padi dari unsur palawija dan sampiannya lengkap dengan porosan sebagai lambang Dewa Tri Murti dan berisi sanggah.<br /><br />Hari raya Galungan adalah hari raya piodalan jagat atau hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Pada hari Piodalan jagat dan hari kemenangan inilah kita patut bersyukur pada Sang Hyang Widhi dengan mempersembahkan sari tahun kepada Beliau. Sebagai wujud persembahan itu dilambangkan dengan penjor yang berisi segala hasi bumi sebagai rasa syukur umat Hindu atas segala limpahan anugrahnya yakni berupa alam semesta dan isinya. Dengan demikian setiap hari raya Galungan umat Hindu membuat penjor. Penjor ini dibuat dan dipasang pada hari Selasa Wage Wuku Dungulan yang disebut Penampahan Galungan.<br /><br />Pada Penampahan Galungan umat Hindu membuat lawar, sate, dan yang lainya untuk digunakan melengkapi sesajen keesokan harinya yaitu pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan yang disebut juga hari raya Galungan. Disamping itu pada siang hari saat matahari tepat berada diatas kepala (tengah hari) umat Hindut natab Biyakala di natar rumah dengan tujuan agar kala-kala yang turun sejak hari Minggu Pahing Wuku Dungulan hingga Anggara Wage Dungulan tidak menganggu ketenangan umat Hindu pada saat merayakan hari kemenangan yaitu hari raya Galungan. Bila umat Hindu lepas dari pengaruh Bhuta Kala inilah yang disebut kemengan Dharma.<br /> <br />4. Hari Raya Kuningan<br /><br />Di Bali nasi kuning dibuat pada perayaan hari raya Kuningan. Nasi kuning adalah ciri khas dari perayaan Kuningan. Semua sesajen pada hari raya ini digunakan nasi kuning.<br /><br />Hari raya kuningan dirayakan setiap enam bulan sekali yakni setiap hari Sabtu Kliwon Kuningan. Pemujaan dilakukan kehadapan Sang Hyang Widhi dan leluhur.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8189754722714969107.post-29359188894187018792009-07-26T08:48:00.006+07:002011-09-20T18:41:22.194+07:00Bhagavad-Gita 5&6BAB LIMA, <br />KARMA YOGA – PERBUATAN DALAM KESADARAN KRSNA<br /><br />Sloka 5.1<br />Arjuna berkata: O Krsna, pertama-tama anda meminta supaya hamba melepaskan ikatan terhadap pekerjaan, kemudian sekali lagi Anda menganjurkan bekerja dengan bhakti. Sekarang mohon memberitahukan kepada hamba secara pasti mana yang diantara keduanya lebih bermanfaat.<br /><br />Sloka 5.2<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menjawab: Melepaskan ikatan terhadap pekerjaan dan bekerja dalam bhakti maka kedua-duanya bermafaat untuk mencapai pembebasan. Tetapi diantara keduanya pekerjaan dalam bhakti lebih baik daripada melepaskan ikatan terhadap pekerjaan.<br /><br />Sloka 5.3<br />Orang yang tidak membenci atau pun menginginkan hasil atau pahala dari kegiatannya dikenal sebagai orang yang selalu melepaskan ikatan. Orang seperti itu, yang bebas dari segala hal yang relatif, dengan mudah mengatasi ikatan material dan mencapai pembebasan sepenuhnya, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.<br /><span class="fullpost"><br />Sloka 5.4<br />Hanya orang yang bodoh membicarakan bhakti [Karma Yoga] sebagai hal yang berbeda dari mempelajari dunia material secara analisis [sankhya]. Orang yang benar-benar bijaksana mengatakan bahwa orang yang menekuni salah satu diantara kedua jalan tersebut dengan baik akan mencapai hasil dari kedua-duanya.<br /><br />Sloka 5.5<br />Orang yang mengetahui bahwa kedudukan yang dicapai dengan cara belajar secara analisis juga dapat dicapai dengan bhakti, dan karena itu melihat bahwa pelajaran analisis dan bhakti sejajar, melihat hal-hal dengan sebenarnya.<br /><br />Sloka 5.6<br />Kalau seseorang hanya melepaskan segala kegiatan namun tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, itu tidak dapat membahagiakan dirinya. Tetapi orang yang banyak berpikir yang menekuni bhakti dapat mencapai kepada Yang Mahakuasa dengan segera, wahai yang berlengan perkasa.<br /><br />Sloka 5.7<br />Orang yang bekerja dalam bhakti, yang menjadi roh yang murni, yang mengendalikan pikiran dan indria-indria, dicintai oleh semua orang, dan diapun mencintai semua orang. Walaupun dia selalu bekerja, dia tidak pernah terikat.<br /><br />Sloka 5.8 – 9<br />Walaupun orang yang sadar secara rohani sibuk dapat melihat, mendengar, meraba, mencium, makan, bergerak kesana kemari, tidur dan tarik nafas, dia selalu menyadari didalam hatinya bahwa sesungguhnya dia sama sekali tidak berbuat apa-apa. Ia mengetahui bahwa berbicara, membuang hajat, menerima sesuatu, membuka atau memejamkan mata, ia selalu mengetahui bahwa hanyalah indria-indria material yang sibuk dengan obyek-obyeknya dan bahwa dirinya menyisih dari indria-indria material tersebut.<br /><br />Sloka 5.10<br />Orang yang melakukan tugas kewajibannya tanpa ikatan, dengan menyerahkan hasil perbuatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak dipengaruhi oleh perbuatan yang berdosa, ibarat daun bunga padma yang tidak disentuh oleh air.<br /><br />Sloka 5.11<br />Para yogi yang melepaskan ikatan, bertindak dengan badan, pikiran, kecerdasan dan bahkan dengan indria-indria pun hanya dimaksudkan untuk penyucian diri.<br /><br />Sloka 5.12<br />Orang yang berbhakti secara mantap mencapai kedamaian yang murni karena dia mempersembahkan hasil segala kegiatan kepada-Ku; sedangkan orang yang tidak bergabung dengan yang Mahasuci, dan kelobaan untuk mendapatkan hasil dari pekerjaannya, menjadi terikat.<br /><br />Sloka 5.13<br />Apabila makhluk hidup yang membadan mengendalikan sifatnya dan secara mental melepaskan ikatan terhadap segala perbuatan, ia akan tinggal dengan bahagia di kota yang mempunyai sembilan pintu gerbang [badanjasmani], dan ia tidak bekerja ataupun menyebabkan pekerjaan dilakukan.<br /><br />Sloka 5.14<br />Sang roh didalam badan, penguasa kota badannya, tidak menciptakan kegiatan, tidak menyebabkan orang bertindak ataupun menciptakan hasil perbuatan. Segala hal tersebut dilaksanakan oleh sifat-sifat alam material.<br /><br />Sloka 5.15<br />Tuhan Yang Maha Esa tidak mengambil kegiatan yang berdosa atau kegiatan saleh yang dilakukan oleh siapapun. Akan tetapi, makhluk hidup yang membadan dibingungkan karena kebodohan yang menutupi pengetahuan mereka yang sejati.<br /><br />Sloka 5.16<br />Akan tetapi, apabila seseorang dibebaskan dari kebodohannya dengan pengetahuan yang membinasakan kebodohan, pengetahuannya mengungkapkan segala sesuatu, seperti matahari menerangi segala sesuatu pada waktu siang.<br /><br />Sloka 5.17<br />Apabila kecerdasan, pikiran, maupun kepercayaan dan tempat berlindung seseorang semua mantap dalam Yang Mahakuasa, dia disucikan sepenuhnya dari keragu-raguan mengetahui pengetahuan yang lengkap dan dengan demikian dia maju lurus menempuh jalan pembebasan.<br /><br />Sloka 5.18<br />Para resi yang rendah hati, berdasarkan pengetahuan yang sejati, melihat seorang brahmana yang bijaksana dan lemah lembut, seekor sapi, seekor gajah, seekor anjing dan orang yang makan anjing dengan penglihatan yang sama.<br /><br />Sloka 5.19<br />Orang yang pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sikap, telah mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman.<br /><br />Sloka 5.20<br />Seseorang sudah mantap dalam kerohanian jika ia tidak merasa riang bila mendapatkan sesuatu yang menyenangkan ataupun menyesal bila ia mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan, paham tentang dirinya sendiri, tidak dibingungkan, dan menguasai ilmu pengetahuan tentang Tuhan.<br /><br />Sloka 5.21<br />Orang yang sudah mencapai pembebasan seperti itu tidak tertarik kesenangan indria-indria material, melainkan dia selalu berada dalam semadi, dan menikmati kebahagiaan di dalam hatinya. Dengan cara demikian, orang yang sudah insaf akan dirinya menikmati kebahagiaan yang tidak terhingga, sebab ia memusatkan pikirannya kepada Yang Mahakuasa.<br /><br />Sloka 5.22<br />Orang cerdas tidak ikut serta dalam sumber-sumber kesengsaraan, yang disebabkan oleh hubungan dengan indria-indria material. Wahai putera Kunti, kesenangan seperti itu berawal dan berakhir, karena itu, orang bijaksana tidak bersenang hati dengan hal-hal itu.<br /><br />Sloka 5.23<br />Kalau seseorang dapat menahan dorongan indria-indria material dan menahan kekuatan keinginan dan amarah sebelum ia meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, maka kedudukannya baik dan ia berbahagia di dunia ini.<br /><br />Sloka 5.24<br />Orang yang berbahagia di dalam dirinya, giat dan riang di dalam dirinya, dan tujuannya di dalam dirinya, sungguh-sungguh ahli kebatinan yang sempurna. Dia mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa, dan akhirnya dia mencapai kepada Yang Mahakuasa.<br /><br />Sloka 5.25<br />Orang yang berada di luar hal-hal yang relatif yang berasal dari keragu-raguan, dengan pikirannya tekun di dalam hati, selalu sibuk bekerja demi kesejahteraan semua makhluk hidup, dan bebas dari segala dosa, mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa.<br /><br />Sloka 5.26<br />Orang yang bebas dari amarah dan segala keinginan material, insaf akan diri, berdisiplin-diri dan senantiasa berusaha mencapai kesempurnaan, pasti akan mencapai pembebasan dalam Yang Mahakuasa dalam waktu yang dekat sekali.<br /><br />Sloka 5.27-28<br />Dengan menutup indria terhadap segala obyek indria dari luar, menjaga mata dan penglihatan dipusatkan diantara kedua alis mata, menghentikan nafas keluar dan masuk didalam lobang hidung, dan dengan cara demikian mengendalikan pikiran, indria-indria dan kecerdasan, seorang rohaniawan yang bertujuan mencapai pembebasan menjadi bebas dari keinginan, rasa takut dan amarah. Orang yang selalu berada dalam keadaan demikian pasti mencapai pembebasan.<br /><br />Sloka 5.29<br />Orang yang sadar kepada-Ku sepenuhnya, karena ia mengenal Aku sebagai Penerima utama segala korban suci dan pertapaan, Tuhan Yang Maha Esa penguasa semua planet dan dewa, dan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua makhluk hidup, akan mencapai kedamaian dari penderitaan kesengsaraan material.<br /><br />BAB ENAM<br /><br />DHYANA-YOGA<br /><br />Sloka 6.1<br />Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Orang yang tidak terikat pada hasil pekerjaannya dan bekerja menurut tugas kewajibannya berada pada tingkatan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Dialah ahli kebatinan yang sejati, bukanlah orang yang tidak pernah menyalakan api dan tidak melakukan pekerjaan apapun yang menjadi sannyasi dan yogi yang sejati.<br /><br />Sloka 6.2<br />Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang disebut melepaskan ikatan sama dengan yoga atau mengadakan hubungan antara diri kita dengan Yang Mahakuasan wahai putera Pandu, sebab seseorang tidak akan pernah dapat menjadi yogi kecuali ia melepaskan keinginan untuk memuaskan indria-indria.<br /><br />Sloka 6.3<br />Dikatakan bahwa pekerjaan adalah cara untuk orang yang baru mulai belajar sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap, sedangkan menghentikan segala kegiatan material dikatakan sebagai cara untuk orang yang sudah maju dalam yoga.<br /><br />Sloka 6.4<br />Dikatakan bahwa seseorang sudah maju dalam yoga apabila dia tidak bertindak untuk kepuasan indria-indria atau menjadi sibuk dalam kegiatan untuk membuahkan hasil setelah meninggalkan segala keinginan material.<br /><br />Sloka 6.5<br />Seseorang harus menyelamatkan diri dengan bantuan pikirannya, dan tidak menyebabkan dirinya merosot. Pikiran adalah kawan bagi roh yang terikat, dan pikiran juga musuhnya.<br /><br />Sloka 6.6<br />Pikiran adalah kawan yang paling baik bagi orang yang sudah menaklukkan pikiran; tetapi bagi orang yang gagal mengendalikan pikiran, maka pikirannya adalah tetap sebagai musuh yang paling besar.<br /><br />Sloka 6.7<br />Orang yang sudah menaklukkan pikiran sudah mencapai kepada Roh Yang Utama, sebab dia sudah mencapai ketenangan. Bagi orang seperti itu, suka dan duka, panas dan dingin, penghormatan dan penghinaan semua sama.<br /><br />Sloka 6.8<br />Dikatakan bahwa seseorang sudah mantap dalam keinsafan diri dan dia disebut seorang yogi (atau ahli kebatinan) apabila ia puas sepenuhnya atas dasar pengetahuan yang telah diperoleh dan keinsafan. Orang seperti itu mantap dalam kerohanian dan sudah mengendalikan diri. Dia melihat segala sesuatu – baik batu kerikirl, batu maupun emas – sebagai hal yang sama.<br /><br />Sloka 6.9<br />Seseorang dianggap lebih maju lagi apabila dia memandang orang jujur yang mengharapkan kesejahteraan, penolong yang penuh kasih sayang, orang netral, perantara, orang iri, kawan dan musuh, orang saleh dan orang yang berdosa dengan sikap pikiran yang sama.<br /><br />Sloka 6.10<br />Seorang rohaniwan seharusnya selalu menjadikan badannya, pikiran dan dirinya tekun dalam hubungan dengan Yang Mahakuasa. Hendaknya dia hidup sendirian di tempat yang sunyi dan selalu mengendalikan pikirannya dengan hati-hati. Seharusnya dia bebas dari keinginan dan rasa memiliki sesuatu.<br /><br />Sloka 6.11 – 12<br />Untuk berlatih yoga, seseorang harus pergi ke tempat sunyi dan menaruh rumput kusa di atas tanah, kemudian menutupi rumput kusa itu dengan kulit rusa dan kain yang lunak. Tempat duduk itu hendaknya tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, dan sebaiknya terletak di tempat suci. Kemudian yogi harus duduk di atas tempat duduk itu dengan teguh sekali dan berlatih yoga untuk menyucikan hatinya dengan mengendalikan pikiran, indria-indria dan kegiatannya dan memusatkan pikiran pada satu titik.<br /><br />Sloka 6.13 – 14<br />Seseorang harus menjaga badan, leher dan kepalanya tegak dalam garis lurus dan memandang ujung hidung dengan mantap. Seperti itu, dengan pikiran yang tidak goyah dan sudah ditaklukkan, bebas dari rasa takut, bebas sepenuhnya dari hubungan suami-isteri, hendaknya ia bersemadi kepada-Ku di dalam hati dan menjadikan Aku sebagai tujuan hidup yang tertinggi.<br /><br />Sloka 6.15<br />Dengan berlatih mengendalikan badan, pikiran dan kegiatan senantiasa seperti itu, seorang ahli kebatinan yang melampaui keduniawian dengan pikiran yang teratur mencapai kerajaan Tuhan [atau tempat tinggal Krsna] dengan cara menghentikan kehidupan material.<br /><br />Sloka 6.16<br />Wahai Arjuna, tidak mungkin seseorang menjadi yogi kalau dia makan terlalu banyak, makan terlalu sedikit, tidur terlalu banyak atau tidak tidur secukupnya.<br /><br />Sloka 6.17<br />Orang yang teratur dalam kebiasaan makan, tidur, berekreasi dan bekerja dapat menghilangkan segala rasa sakit material dengan berlatih sistem yoga.<br /><br />Sloka 6.18<br />Apabila seorang yogi mendisiplinkan kegiatan pikirannya dan menjadi mantap dalam kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi-bebas dari segala keinginan material-dikatakan bahwa dia sudah mantap dengan baik dalam yoga.<br /><br />Sloka 6.19<br />Ibarat lampu di tempat yang tidak ada angin tidak bergoyang, seorang rohaniwan yang pikirannya terkendalikan selalu mantap dalam semadinya pada sang diri yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi.<br /><br />Sloka 6.20-23<br />Pada tingkat kesempurnaan yang disebut semadi atau samadhi, pikiran seseorang terkekang sepenuhnya dari kegiatan pikiran yang bersifat material melalui latihan yoga. Ciri kesempurnaan itu ialah bahwa seseorang sanggup melihat sang diri dengan pikiran yang murni ia menikmati dan riang dalam sang diri. Dalam keadaan riang itu, seseorang berada dalam kebahagiaan rohani yang tidak terhingga, yang diinsafi melalui indria-indria rohani. Setelah menjadi mantap seperti itu, seseorang tidak pernah menyimpang dari kebenaran, dan setelah mencapai kedudukan ini, dia berpikir tidak ada keuntungan yang lebih besar lagi. Kalau ia sudah mantap dalam kedudukan seperti itu, ia tidak pernah tergoyahkan, bahkan di tengah-tengah kesulitan yang paling besar sekalipun. Ini memang kebebasan yang sejati dari segala kesengsaraan yang berasal dari hubungan material.<br /><br />Sloka 6.24<br />Hendaknya seseorang menekuni latihan yoga dengan ketabahan hati dan keyakinan dan jangan disesatkan dari jalan itu. Hendaknya ia meninggalkan segala keinginan material yang dilahirkan dari angan-angan tanpa terkecuali, dan dengan demikian mengendalikan segala indria di segala sisi melalui pikiran.<br /><br />Sloka 6.25<br />Berangsur-angsur, selangkah demi selangkah, seseorang harus mantap dalam semadi dengan menggunakan kecerdasan yang diperkokoh oleh keyakinan penuh, dan dengan demikian pikiran harus dipusatkan hanya kepada sang diri dan tidak memikirkan sesuatu selain itu.<br /><br />Sloka 6.26<br />Dari manapun pikiran mengembara karena sifatnya yang berkedip-kedip dan tidak mantap, seseorang dengan pasti harus menarik pikirannya dan membawanya kemabli dibawah pengendalian sang diri. <br /><br />Sloka 6.27<br />Seorang yogi yang pikirannya sudah dipusatkan pada-Ku pasti mencapai kesempurnaan tertinggi kebahagiaan rohani. Dia berada di atas pengaruh sifat nafsu, dia menginsafi persamaan sifat antara dirinya dan Yang Mahakuasa, dan dengan demikian dia dibebaskan dari segala reaksi perbuatan dari dahulu.<br /><br />Sloka 6.28<br />Dengan demikian, seorang yogi yang sudah mengendalikan diri dan senantiasa menekuni latihan yoga dibebaskan dari segala pengaruh material dan mencapai tingkat tertinggi kebahagiaan yang sempurna dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan.<br /><br />Sloka 6.29<br />Seorang yogi yang sejati melihat Aku bersemayam di dalam semua makhluk hidup, dan dia juga melihat setiap makhluk hidup di dalam diri-Ku. Memang, orang yang sudah insaf akan dirinya melihat Aku, Tuhan Yang Maha Esa yang sama dimana-mana.<br /><br />Sloka 6.30<br />Aku tidak pernah hilang bagi orang yang melihat Aku di mana-mana dan melihat segala sesuatu berada di dalam Diri-Ku, dan diapun tidak pernah hilang bagi-Ku.<br /><br />Sloka 6.31<br />Seorang yogi seperti itu, yang menekuni pengabdian yang patut dihormati kepada Roh Yang Utama, dengan mengetahui bahwa Aku dan Roh Yang Utama adalah satu, selalu tetap di dalam Diri-Ku dalam segala keadaan.<br /><br />Sloka 6.32<br />Orang yang melihat persamaan sejati semua makhluk hidup, baik yang dalam suka maupun dalam dukanya, menurut perbandingan dengan dirinya sendiri, adalah yogi yang sempurna, wahai Arjuna.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0