E-mail : desa_tamblang@ymail.com

Upacara Agama dan Upacara Adat

Upacara Ngeloang Capah (Desa Tamblang)
Setiap yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu adalah perwujudan dari pengamalan ajaran agama. Karena itu setiap aktivitas beryadnya termasuk dalam sebutan “upacara agama”. Dasarnya, bahwa setiap pelaksanaan yadnya didasari atas sumber hukum berupa kitab suci Weda baik dalam katagori Sruti (wahyu) maupun Smrti (tafsir wahyu).
Weda Sruti sebagai sumber dari segala pelaksanaan ajaran agama Hindu. Sedangkan Weda Smrti merupakan penjabaran suratan Weda yang sudah disiratkan.

Kongkretnya lagi, Weda Sruti sebagai rumus-rumus agama sementara Weda Smrti berperan selaku kamus-kamus petunjuk pelaksanaannya. Apa yang kemudian disebut sebagai upacara adat sebenarnya merupakan bentuk-bentuk tafsir ajaran Weda yang ditradisikan. Inilah yang diistilahkan sebagai tradisi Weda, artinya suatu bentuk kegiatan atau aktivitas suatu masyarakat (mis. Bali), yang berdasarkan atas ajaran agama Hindu yang sudah men-desa-kala-patra. Lebih sederhananya lagi upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali merupakan bentuk penjabaran Weda menurut nuansa tradisi. Tetap ingat, tidak semua tradisi masyarakat Bali itu dapat disebut sebagai upacara adat.

Yang dapat disebut upacara adat hampir selalu dicirikan oleh nuansanya yang agamais. Atau dengan kata lain upacara adat itu adalah tradisi yang dijiwai oleh unsure-unsure keagamaan. Contoh : upacara ngaben, penggunaan wadah, jempana, lembu merupakan tradisi yang hanya dibuat oleh masyarakat Hindu di Bali. Sedangkan esensi keagamaannya terlihat pada upacara pembakaran mayat dengan konsep mempercepat proses pengembalian (pemralina) unsure-unsure Pancamahabutha sang mati. Unsure agama lainnya, doa, japa, mantra dan yadnya yang digelar sebagai pengantar, pengharap agar arwah sang mati mendapat jalan lapang sesuai karma dan bhaktinya menuju alam-Nya.

Perihal bunyi kitab suci Bhagavadgita IX.26 yang meyebutkan sarana persembahan berupa bunga, buah, air dan daun yang tidak bersifat mengikat tetapi kenyataannya masih diatur lagi sehingga tidak semua jenis bunga misalnya yang dapat dipakai sarana upacara atau upakara yadnya dapat diberi penjelasan dengan membandingkan di sekala. Untuk itulah ada buku atau lontar yang menjabarkan tentang jenis bunga yang bisa dan tidak dipakai dalam persembahan. Yang pasti setiap sarana persembahan patut mengacu pada persyaratan seperti : Sukla (belum pernah diaturkan), tan leteh (tidak bernoda atau cemar), tidak didapat dari perbuatan jahat (mencuri) dan sesuai dengan sastra (petunjuk lontar) serta dresta (tradisi)




No comments:

Post a Comment