E-mail : desa_tamblang@ymail.com

Aktualisasi Galungan

Hari suci Galungan dan Kuningan pada hakikatnya merupakan satu kesatuan upacara ritual yang menyimbolisasikan tentang perjuangan panjang dharma dalam rangka menghadapi sekaligus kemudian berhasil mengalahkan adharma. Sebenarnya kalau diurut, rangkaian upacara piodalan jagat ini bukanlah hanya Galungan dan Kuningan saja. Tumpek Wariga, Sugihan, Penyekeban, Penyajaan, Penampahan, Pemaridan Guru, Ulihan Pemacekan Agung sanpai Pegat Wakan kesemuannya merupakan satu kesatuan dalam rangkaian hari suci Galungan. Dan keseluruhan rangkaian upacara Galungan mulai dari Tumpek Wariga sampai Pegat Wakan, pada dasarnya merupakan media ritual yang sarat dengan symbol pendakian spiritual sekaligus pengokohan sraddha dan bhakti.

Hanya saja, boleh jadi karena umat belum begitu memahami hakikat sebenarnya, maka akhirnya makna Galungan dan Kuningan sebatas diartikan dalam kata-kata seperti slogan, kemenangan dharma melawan adharma. Jika di Tanya dharma itu apa, bagaimana wujud dharma, bagaimana caranya dharma menang perang melawan adharma dan dimanakah sesungguhnya keberadaan dharma dan adharma, maka kita acapkali dibuat bingung, sudah dharmakah kita?

Kebingungan kita terhadap makna hakiki dari Galungan dan Kuningan lebih banyak disebabkan oleh penekanan umat terhadap pelaksanaan aktivitas keagamaan pada aspek ritual. Dalam pandangan umat kebanyakan, seakan-akan dengan hanya berupacara yajna lengkap dengan berbagai jenis dan tingkatan upacara bantennya sudah cukup berbhakti kepada-Nya. Seolah-olah dengan kegairahan dan kesemarakan berupacara ritual, sradha dan bhakti umat sudah cukup memenuhi syarat sebagai umat beragama. Benarkah demikian?

Jawaban atas pertanyaan ini dapat dicarikan rujukannya pada tujuan sejati agama Hindu yang menyasar pada dua aspek yaitu kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Dua aspek tujuan dharma ini kemuadian patut diwujudnyatakan dalam aktivitas keseharian hidup baik sebagai umat beragama maupun sebagai insani pribadi dan warga masyarakat. Dalam konteks Galungan dan Kuningan misalnya, sebagai umat Hindu kita wajib turut merayakan sebagaimana para leluhur kita sudah dengan baik melaksanakannya. Tetapi tidak cukup dengan mengedepankan symbol-simbol ritual saja lalu bertepuk dada berkata adharma telah berhasil dikalahkan oleh adharma.

Yang dikehendaki adalah secara pribadi dimbol kemenangan dharma atas adharma itu harus terefleksi dalam sikap hidup keseharian dengan sesama. Jani makna Galungan dan Kuningan hendaknya tidak semata-mata di tafsir secara ritual dan sloganitis, tetapi jauh dari itu yaitu sebagai media ritual yang membuat umat Hindu semakin disadarkan bahwa di kehidupan ini, dharma itu wajib diaktualisasikan secara kongkrit sehingga berguna tidak saja bagi diri sendiri tetapi juga bagi kesejateraan dan kebahagiaan umat manusia. Sudah saatnya umat Hindu menjadikan symbol-simbol ritual sebagai moment meningkatkan kesadaran sang diri untuk berbhakti tidak saja kapda Hyang Widhi, Bhatara-Bhatari tetapi juga kepada sesama insani.

No comments:

Post a Comment