E-mail : desa_tamblang@ymail.com

Ngaben : Menuju Api

Asal-usul kata ngaben sampai saat ini masih bervariasi. Ada yang mengatakan kata Ngaben berasal dari kata “abu” dengan melihat hasil akhir pembakaran mayat. Ada pula yang berpendapat bahwa kata Ngaben itu berasal dari kata “ngabenin” dengan mengamati betapa banyak biaya yang dihabiskan. Dan ada juga yang beragumentasi bahwa kata Ngaben itu berasal dari kata “ngabain” dengan alasan sang mati “dibekali” (membawa) sesuatu yang masih berhubungan dengan material untuk perjalanan roh ke alamnya.

Diantara pendapat diatas, ada satu pendapat lagi yang terkait dengan pertanyaan itu. Bahwa kata Ngaben itu berasal dari kata “api”. Kata api mendapat presfiks “ng” menjadi “ngapi” dan mendapat sufiks “an” menjadi “ngapian” yang setelah mengalami proses sandi menjadi “ngapen”. Dan karena terjadi perubahan fonem “p” menjadi “b” menurut hukum perubahan bunyi “b-p-m-w” lalu menjadi “ngaben”. Dengan demikian kata Ngaben berarti “menuju api”.

Adapun yang dimaksud api di sini adalah Brahma (Pencipta). Itu berarti atma sang mati melalui upacara ritual Ngaben akan menuju Brahma-loka yaitu linggih Dewa Brahma sebagai manifestasi Hyang Widhi dalam Mencipta (utpeti) .

Sesungguhnya ada dua jenis api yang dipergunakan dalam upacara Ngaben yaitu Api Sekala (kongkret) yaitu api yang dipergunakan untuk membakar jasad atau pengawak sang mati dan Api Niskala (abstrak) yang berasal dari Weda Sang Sulinggih selaku sang pemuput karya yang membakar kekotoran yang melekati sang roh. Proses ini disebut “mralina”.

Di antara dua jenis api dalam upacara Ngaben itu, ternyata yang lebih tinggi nilainya dan mutlak penting adalah api niskala atau api praline yang muncul dari sang Sulinggih. Sang Sulinggih (sang muput) akan memohon kepada Dewa Siwa agar turun memasuki badannya (Siwiarcana) untuk melakukan “pralina”. Mungkin karena api praline dipandang lebih mutlak/penting, dibeberapa daerah pegunungan di Bali ada pelaksanaan upacara Ngaben yang tanpa harus membakar mayat dengan api, melainkan cukup dengan menguburkannya. Upacara Ngaben jenis ini disebut “bila tanem atau mratiwi”. Jadi ternyata ada juga upacara Ngaben tanpa mengunakan api (sekala). Tetapi api niskala/api praline tetap digunakan dengan Weda Sulinggih dan sarana tirtha praline serta tirtha pangentas.

Lepas dari persoalan api mana yang lebih penting. Khusus tentang kehadiran api sekala adalah berfungsi sebagai sarana yang akan mempercepat proses peleburan sthula sarira (badan kasar) yang berasal dari Panca Mahabutha untuk menyatu kembali ke Panca Mahabhuta Agung yaitu alam semesta ini. Proses percepatan pengembalian unsure-unsur Panca Mahabhuta ini tentunya akan mempercepat pula proses penyucian sang atma untuk bisa sampai di alam Swahloka (Dewa Pitara) sehingga layak dilinggihkan di sanggah/merajan untuk disembah. Tentunya setelah melalui upacara “mamukur” yang merupakan kelanjutan dari “Ngaben”.

No comments:

Post a Comment