E-mail : desa_tamblang@ymail.com

Persamaan Sembahyang Mantra dan Doa

Bagi umat Hindu istilah sembahyang, mantra dan doa bukanlah asing lagi. Sebab sudah menjadi bagian pengetahuan dan pengalamannya sebagai umat yang bhakti kepada Hyang Widhi beserta manifestasinya dan juga Bhatara-Bhatari. Secara hakiki terutama dalam konteks filosofi, makna sembahyang, mantra dan doa sama-sama memberi pengertian tentang perilaku keagamaan seorang hamba Tuhan yang senantiasa ingin mendekat pada-Nya dengan cara memuliakan nama-Nya sekaligus mohon ampun dan kerahayuan. Perbedaannya hanya terletak pada teknis pelaksanaannya. Jika sembahyang lebih berkonotasi formal di mana seorang umat bila hendak melakukannya ada ketentuan atau persyaratan yang sebisanya dipenuhi.

Misalnya kalau umat Hindu hendak sembahyang diharapkan berpakaian sembahyang, lalu menyiapkan bunga atau kewangen dan dupa. Sedangkan apabila kita mengucapkan mantra dan doa bisa tidak dilengkapi diri dengan sarana seperti tersebut diatas. Artinya untuk mengucapkan matra dan doia orang boleh melakukan di mana saja dan kapan tanpa sarana. Tetapi yang jelas jika umat sedang melakukan acara persembahyangan apa yang namanya mantra dan doa pasti tidak dapat ditiadakan. Justru karena seseorang bersembahyang itulah mantra dan doa akan digunakan. Misalnya kita melakukan sembahyang Tri Sandhya, maka perilaku yang nampak adalah : berpakaian sembahyang, menyediakan sarana persembahyangan, lalu mengucapkan mantra yang sekaligus juga merupakan ungkapan doa.

Hanya terdapat perbedaan sedikit antra mantra dan doa. Kalau mantra konotasinya lebih mengacu sumber Weda karena masih menggunakan bahasa sansekerta, sedang istilah doa lebih universal. Sebab semua umat beragama dengan bahasa masing-masing dapat mengucapkan doa-doa. Dengan kata lain, bila hendak mengucapkan mantra maka wajib berpijak pada bunyi-bunyi yang tersurat pada kitab-kitab suci, sedangkan kalau berdoa, setiap orang bisa menggunakan bahasa sendiri-sendiri. Jika seseorang ingin menggunakan bahasa Indonesia atau mungkin bahasa Bali atau bahasa inggris sekalipun ia dapat mengucap doa. Tetapi jika hendak memantra, maka bahasa Weda itulah yang lazim digunakan. Tentu akan terasa aneh sekali jika seorang sulinggih atau pemangku mengucap mantra dengan bahasa Indonesia atau bahasa inggris.

Akan tetapi untuk berdoa, bahasa apapun dapat digunakan. Lagi pula bahasa hanyalah alat komunikasi antar manusia yang sama-sama mengerti atau memahami bahasa tersebut. Sedang untuk berkomunikasi dengan Tuhan, tanpa bahasa pun Beliau sudah memahami apa yang ingin kita sampaiakan. Dan bahasa yang lebih mencerminkan kemurnian bhakti itu sesungguhnya ada pada hati yang tulus ikhlas untuk berserah pada kemaha kuasaan-Nya.




No comments:

Post a Comment