Perihal busana atau pakaian yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan, sesungguhnya bagi agama Hindu tidaklah bersifat baku atau standar apalagi mutlak. Jika berhubungan dengan nilai-nilai ajaran agama Hindu, memang bersifat universal, umumnya selalu mengacu pada kondisi local. Maka jangan heran apalagi disalahkan bila misalnya umat Hindu Kaharingan-Kalimantan menggunakan pakaian suku bangsa Dayak jika melakukan persembahyangan Hindu. Begitupun umat Hindu di Tenger (jawa), batak, toraja dan di tempat lain tidak dapat dilarang untuk menggunakan pakaian daerah setempat ketika melakukan kegiatan keagamaannya.
Busana yang selama ini ditampilkan oleh umat Hindu di bali dan kemudian dipergunakan pula oleh umat Hindu di daerah lain bukanlah bersifat “penyeragaman” tetapi semata-mata merupakan proses peniruan. Dan proses peniruan itu berlangsung tanpa ajakan apalagi paksaan. Dan umat Hindu yang berasal dari Bali tidak juga boleh melakukan proses “menghindu-balikan” umat Hindu yang di luar Bali, kecuali memang atas permintaan atau keinginan tulus dari umat Hindu setempat.
Contohnya, tentang bentuk bangunan tempat suci Hindu tidak harus sama dengan apa yang dibangun oleh umat Hindu di Bali. Banguanan sanggah/merajan misalnya, meskipun umat Hindu di Bali wajib mendirikannya, tetapi untuk umat Hindu di luar suku bangsa Bali tidak harus ikut mendirikannya. Begtu pula tentang upakara dan upacara yajna dengan berbagai jenis bebantennya tidak harus sama persis dengan apa yang sudah mentradisi di Bali.
Masih banyak lagi contoh-contoh yang dapat diungkap yang pada akhirnya bermuara pada suatu pernyataan bahwa agama Hindu yang ajarannya bersifat universal itu dalam prakteknya tetap berpijak pada kondisi local.
Soal busana “mebanten jotan” atau mebanten lainnya, memang untuk umat hindu di Bali alangkah “manisnya” jika mengenakan busana yang sudah lumbrah dipakai, minimal mengenakan kain, selendang dan kemeja atau kebaya atau baju biasa. Tetapi dalam kondisi tertentu, misalnya pelajar disekolah, pejabat yang sedang bertugas, tentara yang sedang berdinas tidak dapat dihalangi atau dilarang untuk menjalankan kewajiban agamanya meski masih mengenakan pakaian wajibnya.
Yang penting pakaian yang dikenakan selain bersih juga sopan. Sopan maksudnya, pakaian yang dikenakan masih berada dalam batas-batas kepatutan menurut ukuran orang beragama. Misalnya tidak mengenakan pakaian fitness saat mesaiban, memakai rok mini ketat ke pura, berkebaya tembus pandang tanpa pelindung di bagian dalam saat Tri Sandhya bersama.
Jika pakaian sejenis itu yang dikenakan, suasana suci, khusuk dan khidmat serta konsentrasi yang dibutuhkan dalam persembahyangan itu akan menjadi rusak alias terganggu. Itu berarti niat mulia untuk “menghadap” Tuhan menjadi tidak kesampaian.
E-mail : desa_tamblang@ymail.com
Bolehkah Mebanten Pakai Celana Pendek
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment