E-mail : desa_tamblang@ymail.com

Bhagavad-Gita 1&2

TERJEMAHAN BHAGAVAD-GITA MENURUT ASLINYA

BAB SATU

MENINJAU TENTARA-TENTARA DI MEDAN PERANG KURUKSETRA

Sloka 1.1
Dhrtarastra berkata: Wahai Sanjaya, sesudah putera-puteraku dan putera Pandu berkumpul ditempat suci kuruksetra dengan keinginan untuk bertempur, apa yang dilakukan oleh mereka?

Sloka 1.2
Sanjaya berkata: Wahai Baginda Raja, sesudah meninjau tentara-tentara yang telah disusun dalam barisan-barisan oleh putera Pandu, Raja Duryodhana mendekati gurunya dan berkata sebagai berikut.

Sloka 1.3
Wahai Guruku, lihatlah tentara-tentara besar para putera Pandu, yang disusun dengan ahli sekali oleh putera Drupada, murid anda yang cerdas.

Sloka 1.4
Disini dalam tentara ini ada banyak pahlawan pemanah yang sehebat Bhima dan Arjuna dalam pertempuran: kesatria-kesatria yang hebat seperti Yuyudhana, Virata dan Drupada.

Sloka 1.5
Ada juga kesatria-kesatria yang hebat perkasa dan memiliki sifat kepahlawanan seperti Dhrstaketu, Cekitana, Kasiraja, Purujit, Kuntibhoja dan Saibya.

Sloka 1.6
Ada Yudhamanyu yang agung, Uttamauja yang perkasa sekali, putera Subhadra dan putera-putera Draupadi. Semua kesatria itu hebat sekali bertempur dengan menggunakan kereta.

Sloka 1.7
Tatapi perkenankanlah saya menyampaikan keterangan kepada anda tentang komandan-komandan yang mempunyai kwalifikasi luar biasa untuk memimpin bala tentara saya, wahai brahmana yang paling baik.

Sloka 1.8
Ada tokoh-tokoh seperti Prabhu sendiri, Bhisma, Karna, Krpa, Asvatthama, Vikarna dan putera Somadatta bernama Bhurisrava, yang selalu menang dalam perang.

Sloka 1.9
Ada banyak pahlawan lain yang bersedia mengorbankan nyawanya demi kepentinngan saya. Semuanya dilengkapi dengan pelbagai jenis senjata, dan berpengalaman dibidang ilmu militer.

Sloka 1.10
Kekuatan kita tidak dapat diukur, dan kita dilindungi secara sempurna oleh kakek Bhisma, sedangkan para Pandava, yang diliundungi dengan teliti oleh Bhima, hanya mempunyai kekuatan yang terbatas.

Sloka 1.11
Sekarang anda semua harus memberi dukungan sepenuhnya kepada Kakek Bhisma,sambil berdiri diujung-ujung strategis masing-masing di gerbang-gerbang barisan tentara.

Sloka 1.12
Kemudian Bhisma, leluhur agung dinasti Kuru yang gagah berani, kakek para kesatria, meniup kerangnya dengan keras sekali bagaikan suara singa sehingga Duryodhana merasa riang.

Sloka 1.13
Sesudah itu, kerang-kerang, gendang-gendang, bedug, dan berbagai jenis terompet semuanya dibunyikan seketika, sehingga paduan suaranya menggemparkan.

Sloka 1.14
Dipihak lawan, Sri Krsna bersama Arjuna yang mengendarai kereta megah yang ditarik oleh kuda-kuda berwarna putih juga mambunyikan kerang-kerang rohani mereka.

Sloka 1.15
Kemudian Sri Krsna meniup kerang-Nya yang bernama Pancajanya; Arjuna meniup kerangnya yang barnama Devadatta; dan Bhima, pelahap dan pelaksana tugas-tugas yang berat sekali, menuip kerangnya yang mengerikan yang bernama Paundra.

Sloka 1.16-18
Raja Yudhisthira, Putera Kunti, meniup kerangnya yang bernama Anantavijaya, Nakula dan Sahadeva meniup kerangnya bernama Sughosa dan Manipuspaka. Pemanah yang perkasa Raja Kasi, Ksatria hebat yang bernama Sikandhi, Dhrstadyumna, Virata dan Satyaki yang tidak pernah dikalahkan, Drupada, para putera Draupadi, dll, seperti putera Subhadra, yang berlengan perkasa, semua meniup kerangnya masing-masing; wahai Baginda Raja.

Sloka 1.19
Berbagai jenis kerang tersebut ditiup hingga menggemparkan. Suara kerang-kerang bergema baik dilangit maupun di bumi hingga mematahkan hati para putera Dhrtarastra.

Sloka 1.20
Pada waktu itu, Arjuna putera Pandu, yang sedang duduk diatas kereta, yang benderanya berlambang Hanuman, mengangkat busurnya dan bersiap-siap untuk melepaskan anak panahnya. Wahai paduka Raja, sesudah memandang putera-putera Dhrtarastra, lalu Arjuna berkata kepada Hrsikesa(Krsna)sebagai berikut:

Sloka1.21-22
Arjuna berkata: Wahai Krsna yang tidak pernah gagal, mohon membawa kereta saya ditengah-tengah antara kedua tentara agar saya dapat melihat siapa yang ingin bertempur disini dan siapa yang harus saya hadapi dalam usaha perang yang besar ini.

Sloka 1.23
Perkenankanlah saya melihat mereka yang datang kesini untuk bertempur karena keinginan mereka untuk menyenangkan hati putera Dhrtarastra yang berfikiran jahat.

Sloka 1.24
Sanjaya berkata: wahai putera keluarga Bharata, setelah disapa oleh Arjuna, Sri Krsna membawa kereta yang bagus itu ke tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak.

Sloka 1.25
Dihadapan Bhisma, Drona dan semua pemimpin dunia lainnya, Sri Krsna bersabda, wahai Partha, lihatlah para Kuru yang sudah berkumpul disini.

Sloka 1.26
Di sana di tengah-tengah tentara-tentara kedua belah pihak Arjuna dapat melihat para ayah, kakek, guru, paman dari keluarga ibu, saudara, putera, cucu, kawan, mertua dari orang-orang yang mengharapkan kesejahteraannya semua hadir disana.

Sloka 1.27
Ketika Arjuna, putera Kunti, melihat berbagai kawan dan sanak keluarga ini, hatinya tergugah rasa kasih sayang dan dia berkata sebagai berikut.

Sloka 1.28
Arjuna berkata: Krsna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga dihadapan saya dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota badan-badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.

Sloka 1.29
Seluruh badan saya gemetar, dan bulu roma berdiri. Busur Gandiva terlepas dari tangan saya, dan kulit saya terasa terbakar.

Sloka 1.30
Saya tidak tahan lagi berdiri disini. Saya lupa akan diri, dan fikiran saya kacau. O Krsna, saya hanya dapat melihat sebab-sebab malapetaka saja, wahai pembunuh raksasa bernama Kesi.

Sloka 1.31
Saya tidak dapat melihat bagaimana hal-hal yang baik dapat diperoleh kalau saya membunuh sanak keluarga sendiri dalam perang ini. Krsna yang baik hati, saya juga tidak dapat menginginkan kejayaan, kerajaan, maupun kebahagiaan sebagai akibat perbuatan seperti itu.

Sloka 1.32-35
O Govinda, barangkali kita menginginkan kerajaan, kebahagiaan, ataupun kehidupan nuntuk orang tertentu, tetapi apa gunanya kerajaan, kebahagiaan ataupun kehidupan bagi kita kalau mereka sekarang tersusun pada medan perang ini? O Madhusudana, apabila para guru, ayah, putera, kakek, paman dari keluarga ibu, mertua, cucu, ipar, dan semua sanak keluarga bersedia mengorbankan nyawa dan harta bendanya dan sekarang berdiri dihadapan saya, mengapa saya harus berhasrat membunuh mereka, meskipun kalau saya tidak membunuh mereka, mungkin mereka akan membunuh saya? Wahai Pemelihara semua makhluk hidup, jangankan untuk bumi ini, untuk imbalan seluruh tiga dunia inipun saya tidak bersedia bertempur melawan mereka. Kesenangan apa yang akan kita peroleh kalau kita membunuh para putera Dhrstarastra?

Sloka 1.36
Kita akan dikuasai oleh dosa kalau kita membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dhrstarastra dan kawan-kawan kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?

Sloka 1.37-38
O Janardana, walaupun orang ini yang sudah dikuasai oleh kelobaan tidak melihat kesalahan dalam membunuh keluarga sendiri atau bertengkar dengan kawan-kawan, mengapa kita yang dapat melihat bahwa membinasakan satu keluarga adalah kejahatan harus melakukan perbuatan berdosa seperti itu?

Sloka 1.39
Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi keluarga yang kekal dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan terlibat dalam kebiasaan yang bertentangan dengan dharma.

Sloka 1.40
O Krsna, apabila hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela dalam keluarga, kaum wanita dalam keluarga ternoda, dan dengan merosotnya kaum wanita, lahirlah keturunan yang tidak diinginkan, wahai putera keluarga Vrsni.

Sloka 1.41
Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diinginkan tentu saja menyebabkan keadaan seperti di neraka baik bagi keluarga maupun mereka yang membinasakan tradisi keluarga. Leluhur keluarga-keluarga yang sudah merosot seperti itu jatuh, sebab upacara-upacara untuk mempersembahkan makanan dan air kepada leluhur terhenti sama sekali.

Sloka 1.42
Akibat perbuatan jahat para penghancur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan, segala jenis program masyarakat dan kegiatan demi kesejahteraan keluarga akan binasa.

Sloka 1.43
O Krsna, pemelihara rakyat, saya sudah mendengar menurut garis perguruan bahwa orang yang membinasakan tradisi-tradisi keluarga selalu tinggal di neraka.

Sloka 1.44
Aduh, alangkah anehnya bahwa kita sedang bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa. Didorong oleh keinginan untuk menikmati kesenangan kerajaan, kita sudah bertekad membunuh sanak keluarga sendiri.

Sloka 1.45
Lebih baik bagi saya kalau putera Dhrstarastra yang membawa senjata ditangan membunuh saya yang tidak membawa senjata dan tidak melawan di medan perang.

Sloka 1.46
Sanjaya berkata: Setelah berkata demikian di medan perang, Arjuna meletakkan busur dan anak panahnya, lalu duduk dalam kereta. Pikiran Arjuna tergugah oleh rasa sedih

BAB DUA

RINGKASAN ISI BHAGAVAD GITA

Sloka 2.1
Sanjaya berkata: Setelah melihat Arjuna tergugah rasa kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, Madhusudana, Krsna, bersabda sebagai berikut:

Sloka 2.2
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Arjuna yang baik hati, bagaimana sampai hal-hal yang kotor ini menghinggapi dirimu? Hal-hal ini sama sekali tidak pantas bagi orang yang mengetahui nilai hidup. Hal-hal seperti itu tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi, melainkan menjerumuskan dirinya kedalam penghinaan.

Sloka 2.3
Wahai putera Partha, jangan menyerah kepada kelemahan yang hina ini. Itu tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang remeh itu dan bangunlah, wahai yang menghukum musuh.

Sloka 2.4
Arjuna berkata: O Pembunuh musuh, o Pembunuh Madhu, bagaimana saya dapat membalas serangan orang seperti Bhisma dan Drona dengan panah pada medan perang, padahal seharusnya saya menyembah mereka?

Sloka 2.5
Lebih baik saya hidup di dunia ini dengan cara mengemis daripada hidup sesudah mencabut nyawa roh-roh mulia seperti itu, yaitu guru-guru saya. Kendatipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap atasan. Kalau mereka terbunuh, segala sesuatu yang kita nikmati akan ternoda dengan darah.

Sloka 2.6
Kita juga tidak mengetahui mana yang lebih baik-mengalahkan mereka atau dikalahkan oleh mereka. Kalau kita membunuh para putera Dhrstarastra, kita tidak mau hidup. Namun mereka sekarang berdiri dihadapan kita di medan perang.

Sloka 2.7
Sekarang hamba kebingungan tentang kewajiban hamba dan sudah kehilangan segala ketenangan karena kelemahan yang picik. Dalam keadaan ini, hamba mohon agar Anda memberitahukan dengan pasti apa yang paling baik untuk hamba. Sekarang hamba menjadi murid Anda, dan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Anda. Mohon memberi pelajaran kepada hamba.

Sloka 2.8
Hamba tidak dapat menemukan cara untuk menghilangkan rasa sedih ini yang menyebabkan indria-indria hamba menjadi kering. Hamba tidak akan dapat menghilangkan rasa itu, meskipun hamba memenangkan kerajaan yang makmur yang tiada taranya di bumi ini dengan kedaulatan seperti para dewa di surga.

Sloka 2.9
Sanjaya berkata: Setelah berkata demikian, Arjuna, perebut musuh, menyatakan kepada Krsna, “Govinda, hamba tidak akan bertempur,” lalu diam.

Sloka 2.10
Wahai putera keluarga Bharata, pada waktu itu, Krsna, yang tersenyum di tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak, bersabda kepada Arjuna yang sedang tergugah oleh rasa sedih.

Sloka 2.11
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Sambil berbicara dengan cara yang pandai engkau menyesalkan sesuatu yang tidak patut disesalkan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup maupun untuk yang sudah meninggal.

Sloka 2.12
Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saat pun Aku, engkau maupun semua raja ini tidak ada, dan pada masa yang akan datang tidak satu pun diantara kita semua akan lenyap.

Sloka 2.13
Seperti halnya sang roh terkurung didalam badan terus menerus mengalami perpindahan,di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian itu.

Sloka 2.14
Wahai putera Kunti, suka dan duka muncul untuk sementara dan hilang sesudah beberapa waktu, bagaikan mulai dan berakhirnya musim dingin dan musim panas. Hal-hal itu timbul dari penglihatan indria, dan seseorang harus belajar cara mentolerir hal-hal itu tanpa goyah, wahai putera keluarga Bharata.

Sloka 2.15
Wahai manusia yang paling baik(Arjuna), orang yang tidak goyah karena suka ataupun duka dan mantap dalam kedua keadaan itu pasti memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan.

Sloka 2.16
Orang yang melihat kebenaran sudah menarik kesimpulan bahwa apa yang tidak ada (badan jasmani) tidak tahan lama dan yang kekal (sang roh) tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari sifat kedua-duanya.

Sloka 2.17
Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorang pun dapat membinasakan sang roh yang tidak dapat dimusnahkan itu.

Sloka 2.18
Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan atau diukur dan bersifat kekal, memiliki badan jasmani yang pasti akan berakhir. Karena itu, bertempurlah, wahai putera keluarga Bharata.

Sloka 2.19
Orang yang menganggap bahwa makhluk hidup membunuh ataupun makhluk hidup dibunuh tidak memiliki pengetahuan, sebab sang diri tidak membunuh dan tidak dapat dibunuh.

Sloka 2.20
Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada masa sekarang, dan dia tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh apabila badan dibunuh.

Sloka 2.21
Wahai Partha, bagaimana mungkin orang yang mengetahui bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak dilahirkan dan tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan seseorang membunuh.

Sloka 2.22
Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dan membuka pakaian lama, begitu pula sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tidak berguna.

Sloka 2.23
Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air, atau dikeringkan oleh angin.

Sloka 2.24
Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan tidak dapat di larutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada dimana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap sama untuk selamanya.

Sloka 2.25
Dikatakan bahwa sang roh itu tidak dapat dilihat, tidak dapat dipahami dan tidak dapat diubah. Mengingat kenyataan itu, hendaknya engkau jangan menyesal karena badan.

Sloka 2.26
Akan tetapi, kalau engkau berfikir bahwa sang roh (gejala-gejala hidup) senantiasa dilahirkan dan selalu mati, toh engkau masih tidak mempunyai alasan untuk menyesal, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.

Sloka 2.27
Orang yang dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau jangan menyesal.

Sloka 2.28
Semua makhluk yang diciptakan tidak terwujud pada awalnya, terwujud pada pertengahan, dan sekali lagi tidak terwujud pada waktu dileburkan. Jadi apa yang perlu disesalkan?

Sloka 2.29
Beberapa orang memandang bahwa sang roh sebagai sesuatu yang mengherankan, beberapa orang menguraikan dia sebagai sesuatu yang mengherangkan, dan beberapa orang mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan juga, sedangkan orang lain tidak dapat mengerti sama sekali tentang sang roh, walaupun mereka sudah mendengar tentang dia.

Sloka 2.30
O putera keluarga Bharata, dia yang tinggal dalam badan tidak pernah dapat dibunuh. Karena itu, engkau tidak perlu bersedih hati untk makhluk manapun.

Sloka 2.31
Mengingat tugas kewajibanmu yang khusus sebagai seorang kesatriya, hendaknya engkau mengetahui bahwa tiada kesibukan yang lebih baik untukmu daripada bertempur berdasarkan prinsip-prinsip dharma; karena itu, engkau tidak perlu ragu-ragu.

Sloka 2.32
Wahai Partha, berbahagialah para kesatriya yang mendapatkan kesempatan untuk bertempur seperti itu tanpa mencarinya – kesempatan yang membuka pintu gerbang planet-planet surga bagi mereka.

Sloka 2.33
Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan kewajiban dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat melalaikan kewajibanmu, dan dengan demikian kemashyuranmu sebagai kesatria akan hilang.

Sloka 2.34
Orang akan selalu membicarakan engkau sebagi orang yang hina, dan bagi orang yang terhormat, penghinaan lebih buruk daripada kematian.

Sloka 2.35
Jendral-jendral besar yang sangat menghargai nama dan kemashyuranmu akan menganggap engkau meninggalkan medan perang karena rasa takut saja, dan dengan demikian mereka akan meremehkan engkau.

Sloka 2.36
Musuh-musuhmu akan menjuluki engkau dengan banyak kata yang tidak baik dan mengejek kesanggupanmu. Apa yang dapt lebih menyakiti hatimu daripada itu?

Sloka 2.37
Wahai putera Kunti, engkau akan terbunuh di medan perang dan mencapai planet-planet surga atau engkau akan menang dan menikmati kerajaan di dunia. Karena itu, bangunlah dan bertempur dengan ketabahan hati.

Sloka 2.38
Bertempurlah demi pertempuran saja, tanpa mempertimbangkan suka atau duka, menang atau kalah – dengan demikian, engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa.

Sloka 2.39
Sampai sekarang, Aku sudah menguraikan tentang pengetahuan ini kepadamu melalaui pelajaran analisis. Sekarang, dengarkanlah penjelasanKu tentang hal ini menurut cara bekerja tanpa menharapkan hasil atau pahala. Wahai putera Prtha, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu engkau dapat membebaskan diri dari ikatan pekerjaan.

Sloka 2.40
Dalam usaha ini tidak ada kerugian ataupun pengurangan, dan sedikitpun kemajuan dalam menempuh jalan ini dapat melindungi seseorang terhadap rasa takut yang paling berbahaya.

Sloka 2.41
Orang yang menempuh jalan ini bertabah hati dengan mantap, dan tujuan mereka satu saja. Wahai putera kesayangan para Kuru, Kecerdasan orang yang tidak bertabah hati mempunyai banyak cabang.

Sloka 2.42-43
Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat pada kata-kata kiasan dari Veda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan , dsb. Mereka menginginkan kepuasan indria-indria dan kehidupan yang mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatupun yang lebih tinggi dari ini, wahai putera Prtha.

Sloka 2.44
Ketabahan hati yang mantap untuk ber-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah timbul di dalam pikiran orang yang terlalu terikat pada kenikmatan indria-indria dan kekayaan material.

Sloka 2.45
Veda sebagian besar menyagkut tiga sifat alam. Wahai Arjuna, lampauilah tiga sifat alam itu. Bebaskanlah dirimu dari segala hal yang relatif dan segala kecemasan untuk keuntungan dan keselamatan dan jadilah mantap dalam sang diri.

Sloka 2.46
Segala tujuan yang dipenuhi oleh sumur kecil dapat segera dipenuhi oleh sumber air yang besar. Begitu pula, segala tujuan Veda dapat segera dipenuhi bagi orang yang mengetahui maksud dasar Veda itu.

Sloka 2.47
Engkau berhak melalukan tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas hasil perbuatan. Jangan menganggap dirimu penyebab hasil kegiatanmu, dan jangan terikat pada kebiasaan tidak melakukan kewajibanmu.

Sloka 2.48
Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap seimbang seperti itu disebut yoga.

Sloka 2.49
Wahai Dhananjaya, jauhilah segala kegiatan yang menjijikkan melalui bhakti dan dengan kesadaran seperti tiu serahkanlah dirimu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang pelit.

Sloka 2.50
Orang yang menekuni bhakti membebaskan dirinya dari perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu, berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan.

Sloka 2.51
Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, resi-resi yang mulai dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan diluar segala kesengsaraan (dengan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa)

Sloka 2.52
Bila kecerdasanmu sudah keluar dari hutan khayalan yang lebat, engkau akan acuh terhadap segala sesuatu yang sudah didengar dan segala sesuatu yang akan didengar.

Sloka 2.53
Bila pikiranmu tidak goyah lagi karena bahasa kiasan Veda, dan pikiran mantap dalam semadi keinsafan diri, maka engkau sudah mencapai kesadaran rohani.

Sloka 2.54
Arjuna berkata, O Krsna, bagaimanakah ciri-ciri orang yang kesadarannya sudah khusuk dalam kerohanian seperti tiu? Bagaimana cara bicaranya serta bagaimana bahasanya? Dan bagaimana ia duduk dan bagaimana ia berjalan?

Sloka 2.55
Kepribadian Tuhan yang Maha Esa bersabda: O Partha, bila seseorang meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, yang muncul dari tafsiran pikiran, dan bila pikirannya sudah disucikan dengan cara seperti itu hanya puas dalam sang diri, dikatakan ia sudah berada dalam kesadaran rohani yang murni.

Sloka 2.56
Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan ditengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan marah, disebut resi yang mantap dalam pikirannya.

Sloka 2.57
Di dunia material, orang yang tidak dipengaruhi oleh hal yang baik dan hal yang buruk yang diperolehnya, dan tidak memuji maupun mengejeknya, sudah mantap dengan teguh dalam pengetahuan yang sempurna

Sloka 2.58
Orang yang dapat menarik indria-indrianya dari obyek-obyek indria, bagaikan kura-kura yang menarik kakinya kedalam cangkangnya , mantap dengan teguh dalam kesdaran yang sempurna.

Sloka 2.59
Barangkali kepuasan indria-indria sang roh yang berada dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indria tetap ada. Tetapi bila ia menghentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami rasa yang lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap.

Sloka 2.60
Wahai Arjuna, alangkah kuat dan bergeloranya indria-indria sehingga pikiran orang bijaksana yang sedang berusaha untuk mengendalikan indria-indrianya pun dibawa lari dengan paksa oleh indria-indria itu.

Sloka 2.61
Orang yang mengekang dan mengendalikan indria-indria sepenuhnya dan memusatkan kesdarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap.

Sloka 2.62
Selama seseorang merenungkan obyek-obyek indria-indria, ikatan terhadap obyek-obyek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu berkembanglah hawa nafsu, dan dari hawa nafsu timbullah amarah.

Sloka 2.63
Dari amarah timbullah khayalan yang lengkap, dari khayalan menyebabkan ingatan bingung, Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang, bila kecerdasan hilang, seseorang jatuh lagi kedalam lautan material.

Sloka 2.64
Tetapi orang yang sudah bebas dari segala ikatan dan rasa tidak suka serta sanggup mengendalikan indria-indria melalui prinsip-prinsip kebebasan yang teratur dapat memperoleh karuina sepenuhnya dari Tuhan.

Sloka 2.65
Tiga jenis kesengsaraan kehidupan material tidak ada lagi pada orang yang puas seperti itu (dalam kesadaran Krsna): dengan kesadaran yang puas seperti itu, kecerdasan seseorang mantap dalam waktu singkat.

Sloka 2.66
Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan Ynag Maha Kuasa (dalam kesadaran Krsna) tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap tidak mungkain ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada kebahagiaan.

Sloka 2.67
Seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja diantara indria-indria yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran.

Sloka 2.68
Karena itu, orang yang indria-indrianya terkekang dari obyek-obyeknya pasti mempunyai kecerdasan yang mantap, wahai yang berlengan perkasa.

Sloka 2.69
Malam hari bagi semua makhluk adalah waktu sadar bagi orang yang mengendalikan diri, dan waktu sadar bagi semua makhluk adalah malam hari bagi resi yang mawas diri.

Sloka 2.70
Hanya orang yang tidak terganggu oleh arus keinginan yang mengalir terus menerus yang masuk bagaikan sungai-sungai ke dalam lautan, yang senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang, dapat mencapai kedamaian. Bukan orang yang berusaha memuaskan keinginan itu yang dapat mencapai kedamaian.

Sloka 2.71
Hanya orang yang sudah meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indria-indria, hidup bebas dari keinginan, sudah meninggalkan segala rasa ingin memiliki sesuatu dan bebas dari keakuan palsu dapat mencapai kedamaian yang sejati.

Sloka 2.72
Itulah cara hidup yang suci dan rohani. Sesudah mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibingungkan. Kalau seseorang mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk ke kerajaan Tuhan.

No comments:

Post a Comment